Harganya Mahal, Impor Sapi Australia Sentuh Level Terendah

Konsumen lebih memilih sumber protein lebih murah.

istimewa
Daging grass fed (ilustrasi). Perusahaan pemasok daging impor, PT Global Pratama Wijaya, merilis varian daging sapi, grass-fed bernama Bass Strait. Daging premium tersebut berasal dari sapi yang diternak khusus di Australia dan hanya diberi pakan rumput.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekspor sapi bakalan dari Australia ke Indonesia mengalami penurunan hingga mencetak level terdendah dalam satu dekade terakhir. Lemahnya permintaan konsumen dalam negeri menjadi salah satu penyebab turunnya impor.

Laporan Indonesia-Australia Partnership on Food Security in the Red Meat and Cattle Sector, dikutip Republika.co.id, Jumat (13/10/2023), mengungkapkan pengiriman atau ekspor sapi bakalan dari Australia ke Indonesia pada semester I 2023 hanya mencapai 157.900 ekor. Angka ini merupakan yang terendah sejak 10 tahun terakhir.

Penurunan ekspor sapi bakalan ke Indonesia disebabkan oleh sejumlah faktor. Laporan tersebut mengungkapkan, akibat memburukan krisis biaya hidup global tahun 2023, sebagian konsumen Indonesia beralih ke sumber protein yang lebih murah. Termasuk, daging ayam dan daging kerbau India.

Di satu sisi, banyak keinginan dari importir sapi di Indonesia yang mendapatkan alternatif impor sapi bakalan dari Brasil.

“Meskipun daging sapi dan produk sapi Australia masih menjadi pilihan bagi importir Indonesia, terdapat minat yang besar untuk membangun rantai pasokan lain, terutama dengan Brazil,” demikian isi laporan tersebut.

Namun, para importir dari Indonesia memperkirakan kemungkinan akan terdapat peningkatan permintaan sapi bakalan Australia pada paruh kedua tahun. Diproyeksikan total akan mencapai 350 ribu ekor sapi.

Sementara ekspor yang turun akibat sejumlah faktor, laporan tersebut juga menyoroti harga sapi di seluruh Australia yang anjlok imbas kemarau ekstrem El Nino yang menguat. Hal itu lantas mendorong para produsen untuk berupaya mengurangi stok.

Meski harga tengah rendah, laporan mengungkapkan, peternak Australia dan peternakan penggemukan di Indonesia menyambut baik kondisi tersebut setelah dalam dua tahun terakhir mencapai harga tertinggi.

“Australia diperkirakan akan mengalami cuaca panas dan kering pada musim mendatang. Kemarau kering ini diperkirakan akan mengakhiri fokus pada penambahan populasi ternak di Australia Utara dan menjaga harga sapi tetap rendah pada tahun 2024,” ujarnya.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler