Rupiah dalam Tekanan, Semakin Dekat ke Level Rp 16.000 per Dolar AS
Sampai akhir Oktober 2023, rupiah masih akan berada dalam tekanan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah (kurs) diproyeksi akan melanjutkan pelemahannya dalam jangka pendek. Pada perdagangan Senin pagi (23/10/2023), mata uang garuda sudah mendekati level Rp 16.000 atau tepatnya berada di posisi Rp 15.909.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan sampai akhir Oktober 2023, rupiah masih akan berada dalam tekanan. Beberapa faktor global akan menjadi penyebab utama rupiah cenderung terdepresiasi.
"Indikator-indikator ekonomi AS terkini, seperti pasar tenaga kerja, masih menunjukkan kondisi yang resilient. Sehingga tingkat inflasinya, meski menurun, tetap cenderung berada di atas sasaran target yang sebesar dua persen," kata Josua.
Konflik Israel-Hamas yang semakin memanas juga meningkatkan tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah. Hal ini mendorong kenaikan harga minyak internasional yang berujung pada ekspektasi semakin sulitnya inflasi global untuk turun secara persisten.
Kondisi ini menyebabkan risiko higher-for-longer atau suku bunga tinggi lebih lama akan meningkat. Ruang kenaikan suku bunga kebijakan ba k sentral AS Federal Reserve masih akan terbuka di sisa tahun ini.
"Kondisi ini akan memicu sentimen risk off investor dan mengalihkan dananya ke aset safe haven. Kami melihat rupiah sampai akhir Oktober 2023 dapat berada pada rentang 15.700-15.900 per dolar AS," kata Josua.
Indikator global penting yang juga sangat perlu diantisipasi adalah keputusan the Fed di pertemuan FOMC pada awal November 2023. Menurut Josua, tekanan pada rupiah dapat terus berlanjut jika arah kebijakan the Fed masih cenderung hawkish.
Namun, jika cenderung dovish dan the Fed menyatakan ruang pemangkasan suku bunga terbuka tahun depan, Josua memprediksi rupiah akan mampu menguat ke kisaran Rp 15.400-Rp 15.600 pada akhir 2023.
Pelemahan rupiah sepanjang Oktober tercatat sebesar 420 point atau melemah 2,6 persen. Ini merupakan pelemahan terdalam sepanjang Oktober ini. Josua menilai, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia diperkirakan akan menjaga daya tarik investasi aset dalam denominasi rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global.