Sekjen PBB: Serangan Hamas tidak Benarkan Tindakan Israel Terhadap Warga Gaza

Sekjen PBB mengapresiasi mulai dibukanya jalur penyeberangan Rafah.

AP Photo/Mohammed Asad
File - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berbicara di perbatasan Rafah, Mesir, Jumat, 20 Oktober 2023.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melayangkan kritik tajam terhadap Israel atas aksi militernya di Jalur Gaza. Dia menilai, tindakan Israel yang melimpahkan hukuman kolektif terhadap masyarakat Gaza sebagai balasan atas serangan Hamas tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga


Saat berbicara di Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB tentang Situasi Timur Tengah, termasuk Masalah Palestina, Selasa (24/10/2023), Guterres mengatakan, konflik di Jalur Gaza berisiko menjalar ke seluruh kawasan. “Namun keluhan rakyat Palestina tidak bisa membenarkan serangan mengerikan yang dilakukan Hamas. Dan serangan mengerikan itu tidak bisa membenarkan hukuman kolektif (Israel) terhadap rakyat Palestina,” ujar Guterres, dikutip Anadolu Agency.

Dia juga menekankan, penting untuk menyadari bahwa serangan Hamas ke Israel tidak terjadi dalam ruang hampa. Guterres kemudian menyampaikan keprihatinannya yang sangat mendalam atas gamblangnya pelanggaran hukum kemanusiaan internasional di Jalur Gaza.

“Biar saya perjelas: Tidak ada pihak dalam konflik bersenjata yang berada di atas hukum kemanusiaan internasional,” ujar Guterres.

Guterres kemudian mengapresiasi mulai dibukanya jalur penyeberangan Rafah yang memungkinkan bantuan kemanusiaan dialirkan ke Jalur Gaza. “Tetapi ini hanyalah setetes bantuan di tengah lautan kebutuhan,” katanya seraya memperingatkan bahwa pasokan bahan bakar PBB akan habis dalam beberapa hari mendatang.

“Untuk meringankan penderitaan yang luar biasa, membuat pengiriman bantuan lebih mudah dan aman, dan memfasilitasi pembebasan sandera, saya mengulangi seruan saya untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan,” tambah Guterres.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki turut berpartisipasi dalam debat terbuka di Dewan Keamanan PBB. Pada kesempatan itu, dia mendesak Dewan Keamanan segera menghentikan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap masyarakat di Jalur Gaza. Menurutnya, berulangnya kegagalan Dewan Keamanan dalam menyetop agresi brutal Israel tidak bisa dimaafkan.

Dia mengungkapkan, sejak Israel menggempur Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, lebih dari 5.700 warga Palestina di sana telah terbunuh, termasuk sekitar 2.300 anak-anak dan 1.200 perempuan. Sementara korban luka melampaui 15 ribu orang.

Al-Maliki mengatakan, sekitar 70 persen korban di Jalur Gaza adalah perempuan, anak-anak, dan lansia. “Dibandingkan dengan jumlah penduduk Gaza, jumlah tersebut setara dengan 145 ribu warga Inggris atau 700 ribu warga AS. Hampir semua korban tewas adalah warga sipil,” ucapnya.

Agresi Israel juga telah menyebabkan 1,4 juta warga Gaza mengungsi. “Banyak dari mereka tidak mempunyai rumah untuk kembali karena pemboman Israel telah meratakan atau menghancurkan hingga 50 persen rumah di Jalur Gaza, dengan lebih dari 170 ribu rumah hancur. Luangkan waktu sejenak untuk memikirkan angka-angka ini dan resapi betapa dahsyatnya bencana akibat ulah manusia ini,” kata Al-Maliki.

Terkait situasi tersebut, Al-Maliki mendesak Dewan Keamanan PBB berperan. “Pembantaian yang sedang berlangsung – baik secara sengaja, sistematis, dan kejam – yang dilakukan oleh Israel, negara penjajah, terhadap penduduk sipil Palestina di bawah pendudukan ilegal apartheid kolonial harus dihentikan. Dewan Keamanan mempunyai tugas untuk menghentikan mereka,” ujarnya.

“Komunitas internasional diwajibkan berdasarkan hukum internasional untuk menghentikan mereka. Adalah tugas kemanusiaan kita bersama untuk menghentikan mereka. Sekarang. Kegagalan terus-menerus di Dewan (Keamanan) ini tidak bisa dimaafkan,” tambah Al-Maliki.

Pada 16 Oktober 2023 lalu, resolusi rancangan Rusia yang berisi seruan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Hamas dan Israel gagal disahkan di Dewan Keamanan PBB. Rancangan resolusi tersebut memperoleh lima suara setuju, empat menentang, dan enam lainnya abstain. AS termasuk di antara negara yang menentang.

Selain Rusia, Brasil juga mengajukan rancangan resolusi serupa. Namun rancangan resolusi tersebut juga gagal diadopsi pada 18 Oktober 2023 lalu akibat diveto AS. Sejak pecahnya pertempuran pada 7 Oktober 2023 lalu, Washington telah berulang kali menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri ketika diserang.

Namun sejumlah negara dan lembaga internasional menilai, apa yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza telah melampaui aksi pembelaan diri. Hal itu mengingat banyaknya korban dan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit serta tempat ibadah yang terimbas serangan Israel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler