Erdogan: Turki akan Beritahu Dunia Bahwa Israel Penjahat Perang
Israel telah secara terbuka melakukan kejahatan perang selama 22 hari
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berpidato di depan ratusan ribu pendukungnya dalam salah satu demonstrasi pro-Palestina terbesar sejak perang Israel-Hamas pada 7 Oktober. Dia menyatakan bahwa Israel telah melakukan kejahatan perang.
“Israel telah secara terbuka melakukan kejahatan perang selama 22 hari, namun para pemimpin Barat bahkan tidak bisa meminta Israel melakukan gencatan senjata, apalagi bereaksi terhadapnya,” kata Erdogan kepada massa di Istanbul yang mengibarkan bendera Palestina pada Sabtu (28/10/2023).
“Kami akan memberitahu seluruh dunia bahwa Israel adalah penjahat perang. Kami sedang melakukan persiapan untuk ini. Kami akan menyatakan Israel sebagai penjahat perang,” kata presiden Turki itu.
Dalam pidatonya selama satu jam, Erdogan juga mengulangi pernyataannya bahwa Hamas bukanlah organisasi teroris dan menggambarkan Israel sebagai penjajah. Dia juga mengkritik dukungan tanpa syarat beberapa negara Barat terhadap Israel, sehingga memicu teguran keras dari Italia dan Israel.
Erdogan menekankan bahwa dunia Barat memobilisasi politisi dan media untuk melegitimasi pembantaian orang-orang tak bersalah di Gaza “Barat berutang kepada Anda, namun Turki tidak berhutang kepada Anda," ujarnya dikutip dari Anadolu Agency.
Erdogan menyinggung sikap Barat yang timpang terhadap masalah di Gaza. Dia menyoroti perhatian Barat dan penentangan atas warga sipil yang gugur dalam perang Ukraina-Rusia tetapi diam-diam menyaksikan kematian ribuan anak tak berdosa di Gaza.
“Saya bertanya kepada Barat, apakah Anda ingin menciptakan suasana Perang Salib yang lain? Penyebab utama di balik pembantaian yang terjadi di Gaza adalah pihak Barat," ujar Erdogan.
“Tentu saja, setiap negara berhak membela diri, tapi di mana keadilannya? Tidak ada pertahanan selain pembantaian terbuka dan keji yang terjadi di Gaza," katanya menyinggung bahwa Israel adalah pion di kawasan yang akan dikorbankan ketika saatnya tiba oleh Barat.
Erdogan memberi hormat pada tekad rakyat Gaza yang tidak meninggalkan rumah dan kota dalam menghadapi pemboman yang dilakukan oleh penindas. Israel telah membombardir Gaza, Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza mengatakan, serangan Israel kini telah membunuh sedikitnya 7.703 orang, sebagian besar warga sipil dan banyak dari mereka adalah anak-anak
Israel ditakdirkan sendirian....
Mengingat suara Majelis Umum PBB yang mendukung resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza, Erdogan menegaskan, Israel ditakdirkan untuk dibiarkan sendirian. Dalam pemungutan suara, sebanyak 120 suara perwakilan negara mendukung, 14 menolak, dan 45 abstain.
Majelis Umum PBB menyetujui resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang tahan lama dan berkelanjutan di Gaza pada Jumat (27/10/2023). Resolusi tersebut yang diajukan oleh hampir 50 negara, termasuk Indonesia, Turki, Palestina, Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Diadopsi pada pertemuan Sesi Khusus Darurat ke-10 mengenai situasi di Wilayah Pendudukan Palestina, rancangan resolusi tersebut mengungkapkan keprihatinan besar terhadap eskalasi kekerasan terkini.
Meski mengutuk tindakan Israel, Erdogan pun menyatakan, Turki tidak memaafkan serangan yang menargetkan warga sipil di Israel. "Kami sedih atas setiap warga sipil dengan cara apa pun, tetapi Israel tidak peduli," ujarnya.
"Saya mengulangi seruan yang saya buat kepada pemerintah Israel dalam beberapa hari terakhir. Perhatikan seruan kami untuk memberikan bantuan kepada kaum tertindas dan membuka pintu dialog untuk membangun perdamaian. Datanglah hari ini dan ambil langkah positif, mungkin untuk pertama kalinya dalam hidup Anda, demi masa depanmu dan anak-anakmu," kata Erdogan.
Tidak seperti banyak sekutu NATO, Uni Eropa, dan beberapa negara Teluk, Turki tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Kelompok ini telah lama menjadi tuan rumah bagi para anggota Hamas, mendukung solusi dua negara, dan menawarkan peran dalam merundingkan pembebasan sandera yang diculik oleh Hamas dalam serangan 7 Oktober.