Aturan Deforestasi Uni Eropa Disebut Bisa Bahayakan Petani Kecil
Peraturan EUDR membuat petani kecil akan tersingkir dari rantai pasok.
REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Di tengah kekhawatiran global mengenai ketahanan pangan, Uni Eropa mendorong konsumsi berbagai produk bebas deforestasi. Hal itu dengan mengadopsi Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawir Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai, aturan tersebut akan berdampak signifikan terhadap biaya produksi. Tidak hanya bagi produsen kayu, kedelai, kelapa sawit, daging sapi, kulit, dan produk pertanian lainnya, tetapi juga bagi perusahaan makanan dan minuman, karena mereka harus mematuhi peraturan baru mengenai penggunaan sumber bahan kemasan plastik, barang sekali pakai, dan pengurangan limbah makanan.
"Segala biaya yang timbul, pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen akhir," ujarnya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 and 2024 Price Outlook digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/11/2023).
Ia menambahkan, dengan adanya peraturan EUDR petani kecil pun akan tersingkir dari rantai pasok. Di sisi lain, kata dia, Gapki juga melihat ketidakstabilan harga minyak sawit dan produktivitas yang stagnan. Beberapa faktor tersebut dinilai mengindikasikan ketidakpastian perdagangan global, sehingga ketahanan dunia usaha perlu ditingkatkan.
"Kami sadar perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung. Perang ini mempunyai dampak besar dan berpotensi jangka panjang terhadap pasokan pangan dan energi global serta harga-harga di seluruh dunia," kata Eddy.
Itu karena, dia melanjutkan, selama perang para petani di medan perang tidak menanam atau memanen. Maka dikhawatirkan menyebabkan krisis pangan global.
"Menurut Anda apa dampak yang akan ditimbulkannya? Ukraina adalah produsen biji-bijian seperti gandum, jagung, dan minyak bunga matahari. Jika kita gabungkan hal ini dalam konteks global Rusia dan Ukraina, tanpa memperhitungkan biaya pupuk dan produk berbasis pupuk, kita akan melihat bencana yang akan segera terjadi," ujar dia.
Maka, dia melanjutkan, Gapki melihat adanya gangguan pada pasokan yang berdampak pada ketersediaan pangan bagi masyarakat di seluruh dunia, terutama di berbagai negara berkembang.