Dolar AS Masih Tertekan, Rupiah Diproyeksi Kembali Menguat
Inflasi AS masih belum turun ke target dua persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra memproyeksi mata uang garuda akan kembali menguat pada hari ini, Jumat (3/11/2023). Hal tersebut seiringan dengan minat pasar terhadap aset berisiko.
"Indeks saham Asia bergerak naik pagi ini mengikuti kenaikan Indeks saham AS dan Eropa semalam. Hal ini bisa mendukung penguatan rupiah sebagai risk asset terhadap dolar AS hari ini," kata Ariston.
Selain itu, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS yang masih menurun juga memberikan dukungan untuk penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini. Imbal hasil bertenor 10 tahun sudah berada di kisaran 4,66 persen dari sebelumnya bergerak di atas 4,7 persen.
Ariston melihat, dengan hasil yang tidak terlalu hawkish dan tidak adanya hal baru dari rapat kebijakan moneter AS kemarin, pasar kembali masuk ke aset berisiko untuk sementara. Meski demikian, the Fed tidak mengesampingkan kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuannya lagi.
Inflasi AS masih belum turun ke target dua persen dan ekonomi AS terlihat masih solid. Data Pesanan Pabrik AS September yang baru dirilis mengalami kenaikan 2,8 persen, lebih bagus dari kenaikan bulan sebelumnya 1,0 persen.
Dengan demikian, Ariston melihat, sentimen kenaikan suku bunga atau suku bunga tinggi bisa kembali membayangi pasar keuangan. Belum lagi konflik yang masih berlangsung di Palestina dan Ukraina.
"Ini bisa mendorong pelaku pasar masuk lagi ke aset dolar AS," jelas Ariston.
Malam ini, pemerintah AS akan merilis data penting yaitu sekumpulan data tenaga kerja seperti Non Farm Payrolls, tingkat pengangguran dan tingkat upah per jam. Pasar diperkirakan akan mengantisipasinya sebelum data dirilis yang bisa menahan pelemahan dollar AS.
"Hari ini potensi penguatan rupiah ke arah 15.800-15.830, dengan potensi resisten di kisaran 15.900," kata Ariston.