Erdogan Tegaskan Gaza Tetap Bagian dari Negara Palestina
Gaza harus menjadi bagian dari Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan Gaza harus menjadi bagian dari negara Palestina yang merdeka dan berdaulat setelah perang Israel-Hamas berakhir, dan Ankara tidak akan mendukung rencana apa pun yang "secara bertahap menghapus Palestina" dari sejarah.
Turki, yang telah meningkatkan kritiknya secara tajam terhadap Israel seiring dengan meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza, mendukung solusi dua negara. Turki juga menolak melabeli organisasi Hamas dan anggotanya sebagai teroris.
Posisi Turki yang berbeda dengan Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara barat lainnya telah memicu kemarahan Israel. Turki telah menyerukan gencatan senjata segera dan menawarkan untuk membuat sebuah sistem untuk menjaminnya.
Berbicara kepada para wartawan dalam penerbangan pulang dari Kazakhstan pada hari Jumat (3/11/2023), Erdogan mengulangi kritiknya terhadap negara-negara Barat atas dukungan mereka terhadap Israel. Ia mengatakan bahwa kepercayaan Ankara terhadap Uni Eropa "sangat terguncang".
"Setelah semua yang terjadi ini selesai, kami ingin melihat Gaza sebagai wilayah damai yang merupakan bagian dari negara Palestina yang merdeka, sesuai dengan perbatasan tahun 1967, dengan integritas teritorial, dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," kata Erdogan pada hari Sabtu (4/11/2023), dikutip oleh lembaga penyiaran Haberturk dan lainnya.
"Kami akan mendukung formula yang akan membawa perdamaian dan ketenangan di wilayah ini. Kami tidak akan mendukung rencana yang akan semakin memperkeruh kehidupan warga Palestina, yang secara bertahap akan menghapus mereka dari kancah sejarah," ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa kepala intelijennya Ibrahim Kalin telah melakukan kontak dengan pihak berwenang Israel dan Palestina, serta Hamas. Tetapi ia tidak akan menganggap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu - yang menurut Erdogan merupakan pelaku tunggal dari situasi kebrutalan di Gaza saat ini.
"Netanyahu tidak dapat dianggap sebagai mitra kami lagi. Kami telah menghapusnya, mengusirnya," kata Erdogan. Sebelum perang Israel-Hamas, Turki berupaya memperbaiki hubungan dengan Israel setelah bertahun-tahun bersitegang. "Namun sebaliknya, tidak ada yang namanya pemutusan hubungan sepenuhnya, terutama dalam diplomasi internasional," katanya seperti dikutip oleh Haberturk.
Erdogan menambahkan bahwa Presiden Iran Ebrahim Raisi akan mengunjungi Turki pada akhir November, dan bahwa ia akan menghadiri pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Riyadh bulan ini untuk membahas gencatan senjata di Gaza.
Dia mengatakan Turki akan mendukung setiap inisiatif untuk memastikan bahwa Israel bertanggung jawab atas apa yang dia gambarkan sebagai kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia. Dan bahwa kegagalan untuk melakukannya akan mengikis kepercayaan dalam sistem percaturan global.