Terlahir dengan Telinga Kecil, Apakah Anak Kelak Bisa Berkomunikasi?
Telinga kecil atau mikrotia merupakan salah satu kelainan bawaan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terlahir dengan telinga kecil, tidak semua anak kelak akan kesulitan berkomunikasi. Prof Dr dr Mirta H. Reksodiputra, Sp.THT-BKL, Subsp.FPR(K) mengatakan orang dengan telinga kecil hanya di satu sisi masih bisa berkomunikasi.
"Paling banyak kasusnya mikrotia satu sisi. Kalau telinga satunya normal, jadi enggak usah khawatir karena proses komunikasi bisa berjalan," kata lulusan Universitas Indonesia itu dalam webinar yang digelar RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Senin (6/11/2023).
Telinga kecil atau mikrotia merupakan salah satu kelainan bawaan atau dikenal sebagai kelainan kongenital, yakni adanya gangguan perkembangan ketika di dalam janin. Daun telinga memiliki ukuran batas normal dan saat ditemukan ukuran telinga lebih kecil daripada seharusnya berdasarkan usia, maka itu disebut mikrotia atau telinga kecil.
"Selain ukuran telinga yang kecil, ada juga bagian-bagian yang merupakan karakteristik dari telinga misalnya lengkungan yang tidak terbentuk sempurna sehingga disebut telinga kecil," ujar Mirta yang tergabung dalam Perhimpunan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) itu.
Mirta mengatakan orang dengan mikrotia bisa saja masih terbentuk liang telinganya sehingga masih bisa mendengar. Liang telinga atau saluran telinga yang berbentuk seperti huruf S berfungsi menentukan arah lokasi suara, mengumpulkan dan menyalurkan gelombang suara ke gendang telinga.
"Tidak selalu orang dengan mikrotia itu tidak terbentuk liang telinganya. Namun, kalau sampai liang telinga tidak terbentuk, besar kemungkinan bahwa akan ada gangguan pendengaran. Kalau tidak terbentuk liang telinga, sudah pasti ada tuli konduktif tetapi belum tentu ada tuli saraf (gangguan telinga lebih dalam). Cek pendengarannya dengan modalitas-modalitas yang ada," kata Mirta.
Oleh karena itu, lanjut Mirta, saat seseorang diketahui memiliki telinga kecil, tenaga kesehatan harus mengevaluasi bagaimana liang telinganya. Umumnya, anak dengan mikrotia dengan kondisi tidak terbentuknya liang telinga akan diminta menjalani skrining untuk pendengaran, biasanya saat berusia enam bulan.
Pemeriksaan ini termasuk CT-scan untuk mengetahui rencana yang akan dilakukan ke pasien. Kemudian, mereka yang tidak terbentuk liang telinga ini akan dievaluasi apa dia kandidat yang baik untuk dibuat liang telinganya demi meningkatkan ambang dengarnya.
"Karena tidak semua kandidat yang bisa dibuat liang telinga. Kalau ternyata tulang-tulang di dalam telinga tengah tidak terbentuk dengan sempurna, kemungkinan kalau dibuat lubang tidak akan meningkatkan ambang dengarnya. Tatalaksana yang bisa dilakukan, yakni membuat rangka telinga untuk mikrotia-nya," jelas Mirta.