Pertemanan Sehat Bisa Kurangi Keinginan Bunuh Diri
Sepanjang 2023 terdapat 17 kasus anak bunuh diri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan kesehatan mental siswa memiliki hubungan dengan iklim keamanan satuan pendidikan yang bebas dari kekerasan. Sebab itu, pelatihan kesehatan mental bagi remaja menjadi salah satu intervensi yang dilakukan.
“Berdasarkan studi dari PISA terdapat hubungan antara student well-being (kesehatan mental siswa) dengan iklim pembelajaran di sekolah yang salah satunya adalah iklim keamanan satuan pendidikan yang bebas dari kekerasan termasuk perundungan,” ujar Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek Rursprita Utami kepada Republika, Senin (6/11/2023).
Sebab itu, kata dia, Kemendikbudristek berkolaborasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mengimplementasikan Permendikbudristek 46 Tahun 2023 tentang PPKSP. Itu dilakukan dalam upaya mewujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan di sekolah untuk mendukung kesehatan mental siswa, guru, dan seluruh warga sekolah.
“Berbagai program pencegahan kekerasan perlu dilakukan secara gencar oleh semua aktor dalam ekosistem pendidikan. Pelatihan kesehatan mental bagi remaja menjadi salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk memperkuat kemampuan remaja dalam memahami emosi pribadi dan dapat mengolahnya agar ada bentuk antisipasi emosi yang bisa dikendalikan,” jelas dia.
Selain itu, menurut Rusprita, penguatan karakter remaja perlu juga dilakukan. Sebagai contoh, melalui program Roots yang telah diimplementasikan oleh Kemendikbudristek berkolaborasi dengan UNICEF sebagai program pencegahan perundungan di satuan pendidikan. Di dalamnya ada materi penguatan karakter untuk menciptakan pertemanan yang sehat di antara mereka.
“Dengan pertemanan sehat, maka bisa meminimalisasi adanya perundungan di antara teman, dan mengurangi keinginan bunuh diri karena ada kualitas pertemanan baik yang meningkat,” jelas dia.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia...
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan sepanjang 2023 terdapat 17 kasus anak mengakhiri hidup atau bunuh diri. Jumlah tersebut diperkirakan masih belum menunjukkan jumlah yang sebenarnya karena kesadaran untuk melaporkan kasus bunuh diri anak belum terbentuk dengan baik.
“Sampai saat ini ada sembilan pengaduan dari media massa, namun setelah kami telusuri, ada 17 kasus. Selebihnya kasus bunuh diri anak-anak rata-rata belum ada kesadaran dilaporkan. (Selain itu) kasus bunuh diri seringnya tidak diselidiki hingga tuntas,” ucap Komisioner KPAI Diyah Puspitarini kepada Republika, Senin (6/11/2023).
Dia menyampaikan, kasus-kasus itu terjadi pada usia rawan, yakni kelas lima sekolah dasar (SD), kelas satu dan dua sekolah menengah pertama (SMP), serta kelas satu dan dua sekolah menengah atas atau kejuruan (SMA/SMK). Ada sejumlah tindakan yang dilakukan oleh korban bunuh diri ketika memutuskan mengakhiri hidupnya.
“Dengan jatuh dari lantai sekolah, menggantung diri, menenggelamkan diri di sungai, menabrakkan diri di jalan atau rel umum, menyayat diri, dan lain-lain,” jelas Diyah.
Dia juga menyampaikan, kesehatan mental menjadi salah satu dari sejumlah faktor penyebab anak mengakhiri hidup atau bunuh diri. Keluarga, sekolah, masyarakat, dan paparan konten media sosial memegang peranan penting terhadap kesehatan mental anak.