Harga Gabah Diprediksi Bakal Tetap Tinggi, Amran: Saya Ingin Petani Sejahtera
Harga gabah kemungkinan bakal tetap tinggi hingga puncak panen tahun depan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman tak mempersoalkan ihwal kenaikan harga gabah yang terjadi saat ini. Sebab, bagi Kementerian Pertanian, petani harus mendapatkan keuntungan agar dapat terus berproduksi dan menghasilkan beras bagi masyarakat.
“Sederhana inginnya saya, petani sejahtera,” kata Amran saat ditemui di Kementerian Pertanian, Selasa (7/11/2023).
Amran tak menampik, kenaikan harga gabah tentu berpengaruh pada tingginya harga beras di konsumen. Namun, menurut Amran, upaya stabilisasi harga di masyarakat sudah ditugaskan kepada Perum Bulog yang semestinya bisa menjaga harga.
Lebih lanjut, Amran mengatakan, Kementan saat ini terus mengupayakan musim tanam yang baru dapat dimulai imbas kemarau ekstrem beberapa bulan terakhir. Diakuinya, musim tanam terlambat sehingga puncak panen raya baru akan jatuh pada April-Mei 2024 mendatang.
“Sebenarnya tanam ini mundur satu bulan. Insya Allah kita akan melakukan percepatan tanam. Segera kita turun memastikan daerah-daerah yang akan kita tanami,” ujarnya.
Harga gabah tetap tinggi sampai tahun depan ...
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, harga gabah kemungkinan bakal tetap tinggi hingga puncak panen tahun depan. Itu lantaran hasil panen petani sebelumnya tidak optimal sehingga akan ditutup dari hasil panen mendatang dengan harga yang lebih tinggi.
“Biaya variabel input produksi tidak ada kenaikan, tapi bila diakumulasikan dengan (modal) yang harus disediakan petani menjadi lebih besar. Perkiraan saya harga gabah akan tetap di kisaran Rp 6.000-Rp 6.500 per kg,” ujarnya.
Namun, Said menegaskan, potensi harga gabah yang lebih tinggi masih bisa terjadi. Terutama bila luasan panen nantinya tidak optimal atau sesuai dengan luas baku sawah nasional saat ini yang sebesar 7,4 juta hektare tidak optimal.
Ia menambahkan, musim penghujan yang mulai masuk di awal November juga belum serentak. Sebagian petani yang dipantau oleh KRKP seperti di sentra Indramayu, Jawa Barat pun belum dapat melakukan penanaman karena ketidakcukupan air.