Netanyahu Berkelit, Yakinkan tak Berusaha Duduki dan Memerintah di Gaza
Netanyahu mengatakan hanya ingin memberikan masa depan lebih baik untuk Gaza
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membantah anggapan bahwa negaranya ingin menduduki kembali Jalur Gaza. Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah menyuarakan penentangan jika Israel hendak atau memiliki rencana untuk melakukan hal tersebut.
“Kami tidak berusaha untuk memerintah Gaza. Kami tidak berupaya untuk menduduki wilayah tersebut, tapi kami berupaya untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi wilayah tersebut dan bagi kami,” kata Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Kamis (9/11/2023).
Netanyahu mengungkapkan, untuk menciptakan masa depan lebih baik, Gaza harus didemiliterisasi dan dideradikalisasi terlebih dulu. Setelah itu, wilayah miskin yang telah diblokade selama 16 tahun tersebut bisa dibangun kembali. Netanyahu turut menyangkal anggapan yang menyebut Israel berusaha menggusur atau mengusir penduduk Gaza.
“Kita harus menemukan pemerintahan, pemerintahan sipil yang akan ada di sana (Gaza),” ujar Netanyahu, tanpa menyinggung tentang siapa yang mungkin membentuk pemerintahan tersebut.
Terkait pertempuran yang sedang berlangsung di Gaza, Netanyahu menegaskan dia menolak seruan gencatan senjata. “Gencatan senjata dengan Hamas berarti menyerah,” katanya.
Dia menilai, sejak operasi pertempuran darat diluncurkan pada 27 Oktober 2023 lalu, pasukan Israel di Gaza berkinerja sangat baik. Saat ini mereka pun sudah berhasil mengepung Kota Gaza dan terus merangsek ke wilayah yang menjadi basis Hamas. “Betapa pun lamanya (pertempuran di Gaza), kami akan melakukannya,” ujar Netanyahu.
Kehadiran militer di Gaza bukanlah kepentingan Israel...
Pada Kamis lalu, Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengatakan, negaranya menolak pendudukan jangka panjang Jalur Gaza oleh Israel. Sebelumnya AS sudah terlebih dulu menyampaikan hal tersebut.
Cleverly mengungkapkan, Israel, tak dapat dihindari, akan mengawasi keamanan di Jalur Gaza pascapertempuran dengan Hamas usai. Namun, dia menekankan, Inggris menolak jika hal tersebut dilakukan dalam rentang waktu lama. “Kami tidak ingin melihat pendudukan militer yang berkelanjutan atau jangka panjang di Gaza. Kami tidak berpikir hal itu akan memfasilitasi perdamaian. Kami ingin melihat transisi menuju kepemimpinan sipil Palestina yang damai secepat mungkin,” ujar Cleverly dalam sebuah wawancara khusus dengan Al Arabiya.
Dia yakin pasukan Israel pada akhirnya akan meninggalkan Gaza. Cleverly berpendapat, kehadiran militer di Gaza bukanlah kepentingan Israel. “Adalah kepentingan Israel untuk memiliki hubungan damai dengan rakyat Palestina. Saya pikir Israel berkepentingan untuk memiliki negara Palestina yang berkomitmen terhadap perdamaian,” katanya.
Cleverly percaya, konflik Israel-Palestina hanya akan berakhir jika Israel merasa aman di dalam perbatasannya dan Palestina mempunya masa depan yang baik serta positif untuk diusahakan. “Inggris ingin melihat resolusi yang parmanen dan damai – yang mewujudkan negara Israel yang aman dan negara Palestina yang damai,” ujarnya.
Sehari sebelum Cleverly menyampaikan pernyataannya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, Israel tidak boleh menduduki kembali Gaza. “Gaza tidak bisa terus dipimpin oleh Hamas. Jelas juga bahwa Israel tidak bisa menduduki Gaza. Kenyataannya saat ini mungkin diperlukan masa transisi setelah konflik berakhir, tapi rakyat Palestina harus menjadi pusat pemerintahan di Gaza dan Tepi Barat,” kata Blinken, Rabu (8/11/2023).
“Kami sangat jelas tidak ada pendudukan kembali (Gaza oleh Israel), sama seperti kami sangat jelas tidak akan melakukan perpindahan terhadap penduduk Palestina,” ujar Blinken.
Dalam sebuah wawancara dengan ABC News pada Senin (6/11/2023) lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengutarakan rencananya untuk mengontrol keamanan di Gaza setelah pertempuran dengan Hamas usai. “Saya pikir Israel untuk jangka waktu yang tidak ditentukan akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai tanggung jawab keamanan tersebut,” katanya.
Israel merebut dan menduduki Gaza pasca berakhirnya Perang Arab-Israel 1967. Namun, pada 2005, Israel memutuskan menarik diri dari wilayah tersebut. Ketika Hamas mengambil alih pemerintahan di Gaza pada 2007, Israel mulai memberlakukan blokade yang berlangsung hingga kini.