Dua Bayi Prematur di RS Al-Shifa Meninggal Dunia, 37 Lainnya Terancam Tak Tertolong

Bayi tersebut meninggal karena inkubator kekurangan listrik

AP Photo/Abed Khaled
Dua bayi prematur meninggal di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza setelah unit perawatan intensif neonatal berhenti berfungsi karena kekurangan listrik
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Dua bayi prematur meninggal di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza setelah unit perawatan intensif neonatal berhenti berfungsi karena kekurangan listrik. Sementara 37 bayi prematur lainnya berisiko kehilangan nyawa karena rumah sakit kehabisan bahan bakar untuk menyalakan inkubator mereka.

“Sayangnya, kami kehilangan dua dari 39 bayi karena pemadaman listrik. Kita berbicara tentang bayi prematur yang memerlukan perawatan sangat intensif," ujar Direktur RS al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya, dilansir Aljazirah, Sabtu (11/11/2023).

Abu Salmiya menjelaskan, kedua bayi tersebut meninggal karena inkubator kekurangan listrik yang memungkinkan suhu hangat dan aliran oksigen konstan.  Rumah Sakit al-Shifa telah dikepung dan menjadi sasaran serangan sengit Israel.

“Mereka mati karena suhu rendah dan kekurangan oksigen.  Kami sekarang menggunakan metode primitif untuk menjaga mereka tetap hidup. Kami punya listrik sampai pagi.  Begitu listrik padam, bayi-bayi yang baru lahir ini akan meninggal sama seperti anak-anak lainnya,” ujar Abu Salmiya.

Dokter bedah RS al-Shifa, Mohammed Obeid membenarkan kematian bayi baru lahir tersebut. Dia mengatakan, seorang pasien dewasa juga meninggal karena tidak ada listrik untuk ventilatornya.

“Kami ingin seseorang memberi kami jaminan bahwa mereka dapat mengevakuasi pasien, karena kami memiliki sekitar 600 pasien rawat inap,” kata Obeid dalam rekaman audio yang diunggah oleh badan amal medis Doctors Without Borders (Medecins Sans Frontieres, atau MSF).

Ismail Yassin, ayah dari dua bayi perempuan prematur, Mira dan Dahab di Rumah Sakit al-Shifa, mengatakan, dia dipisahkan dari bayi kembar berusia 33 hari ketika harus mengungsi ke Gaza selatan bersama istrinya. “Mereka harus tetap tinggal di inkubator di al-Shifa.  Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya.  Saya tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak-anak saya yang baru lahir,” katanya.

Yassin menambahkan bahwa ia telah meminta Palang Merah dan organisasi internasional untuk membantu memindahkan anak-anaknya. “Saya ingin informasi tentang putri saya.  Saya harap mereka baik-baik saja.  Saya ingin seseorang memindahkan anak-anak perempuan saya dari al-Shifa kepada saya dan ibu mereka di selatan,” kata Yassin melalui telepon kepada Aljazirah.

Menurut Abu Salmiya, rumah sakit telah mencoba mengatur evakuasi dengan Palang Merah namun masih belum diketahui apakah mereka dapat membantu. “Saat kami berkomunikasi dengan Palang Merah, meminta perlindungan dari mereka, mereka memberi kami izin untuk memindahkan bayi-bayi tersebut ke tempat lain dalam waktu satu jam,” katanya.

“Kami membutuhkan jalan keluar yang aman dan transportasi yang aman dengan ambulans dan inkubator untuk menjaga mereka (bayi-bayi prematur) tetap hidup. Jika jaminan ini diberikan oleh Palang Merah, kami akan melakukan hal ini," ujar Abu Salmiya.

Abu Salmiya membantah bahwa militer Israel menawarkan bantuan untuk mengangkut bayi-bayi tersebut, meskipun ia berupaya untuk mengatur evakuasi. “Saya menawarkan ini kepada mereka (tentara Israel). Saya menawarkan untuk mengevakuasi bayi-bayi tersebut ke tempat yang aman menggunakan ambulans, namun mereka tidak menjawab,” ujarnya.

Baca Juga


Pemindahan bayi...


 

 

Sebelumnya pada Sabtu (11/11/2023) militer Israel mengatakan, mereka akan membantu evakuasi bayi-bayi prematur tersebut. “Staf rumah sakit al-Shifa telah meminta agar bayi-bayi di bagian anak agar bisa sampai ke rumah sakit yang lebih aman.  Kami akan memberikan bantuan yang diperlukan,” kata juru bicara militer Israel, Daniel Hagari dalam jumpa pers yang disiarkan televisi.

Melaporkan dari Yerusalem Timur yang diduduki, koresponden Aljazirah, Alan Fisher mengatakan bahwa, rencana Hagari untuk memindahkan bayi-bayi tersebut ke rumah sakit lain tampaknya tidak realistis. Dia menambahkan bahwa Israel mungkin bertindak karena kekhawatiran atas kritik yang diterimanya mengenai situasi di Rumah Sakit al-Shifa dan kematian dua bayi.

“Itu menimbulkan sejumlah pertanyaan.  Pertama, 'Bagaimana cara kerjanya?  Bagaimana mereka bisa dengan aman memindahkan bayi-bayi tersebut ketika pertempuran sedang berlangsung di daerah tersebut? Kedua, ke rumah sakit mana mereka akan pergi?  Kami mendengar dari seluruh Jalur Gaza bahwa mereka kehabisan kebutuhan pokok untuk merawat bayi-bayi tersebut, termasuk bayi prematur," ujar Fisher.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler