Teror Mencekam dalam Serangan Israel di Rumah Sakit Al Shifa
Pasukan Israel melakukan penggerebekan ke RS Al Shifa setelah lima hari serangan.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Serangan Israel terhadap Rumah Sakit Al Shifa di Gaza telah menimbulkan teror dan kematian bagi ribuan orang yang terperangkap di dalamnya. Menurut laporan para saksi, militer Israel telah bertindak brutal selama serangannya pada Rabu (14/11/2023) dini hari.
Orang-orang yang berada di dalam rumah sakit terbesar di Gaza mengatakan kepada Aljazirah, militer Israel melakukan kekerasan dan penghinaan terhadap pasien, staf, dan pengungsi. Ribuan orang telah ditangkap di A, Shifa selama berhari-hari ketika pasukan Israel memfokuskan serangan di daerah sekitar kompleks yang mereka klaim sebagai markas Hamas. Laporan mengatakan, makanan dan air menjadi langka, sementara mayat-mayat yang membusuk terus menumpuk.
Pegawai ruang gawat darurat di Al Shifa Omar Zaqout mengatakan, bahwa tentara Israel telah menahan dan secara brutal menyerang beberapa pria yang mengungsi di rumah sakit. “Pasukan Israel menangkap orang-orang yang ditahan dalam keadaan telanjang dan mata tertutup. [Mereka] tidak membawa bantuan atau perbekalan apa pun, mereka hanya membawa teror dan kematian,” katanya.
Zaqout menceritakan, tentara telah mengepung setiap bangunan di dalam kompleks rumah sakit. “Lebih dari 180 jenazah dalam kondisi kondisi buruk dan masih tergeletak di halaman rumah sakit. Situasinya sangat mengerikan, suara tembakan terdengar di mana-mana di sekeliling rumah sakit," katanya.
Sedangkan dokter ahli bedah Ahmed El Mokhallalati mengatakan dari dalam rumah sakit, bahwa tentara pendudukan membawa tank ke dalam rumah sakit setelah tembakan, pemboman dan serangan yang terus menerus dan agresif sejak kemarin malam. Dia menjelaskan, saat itu sangat menakutkan dan mengerikan bagi keluarga, warga sipil yang berlindung di rumah sakit bersama anak-anaknya.
Menurut Mokhallalati, kondisi tersebut pun sangat buruk bagi staf yang merawat pasien dan pasien itu sendiri. “Bayangkan berada di rumah sakit yang airnya tidak ada, kebersihan dasar orang yang pergi ke toilet adalah sebuah tantangan. Makanan dan air minum belum sampai ke rumah sakit selama enam hari ini, tidak ada cara untuk mendapatkan apa pun di rumah sakit,” ujarnya.
Mokhallalati juga melaporkan, stasiun oksigen tidak berfungsi dan secara umum staf tidak mampu merawat pasiennya. Dokter bedah tersebut mengungkapkan keterkejutannya karena seluruh dunia telah menyaksikan kejahatan dan tidak ada seorang pun yang dapat menghentikannya.
"Tidak ada seorang pun yang mengatakan dengan lantang bahwa hal ini tidak diperbolehkan," kata Mokhallalati.
“Di manakah komunitas internasional? Di manakah organisasi internasional yang dibentuk untuk membantu dan mendukung sistem kesehatan di wilayah perang untuk memastikan kebutuhan kemanusiaan terpenuhi di wilayah perang pada masa perang?” ujar Mokhallalati bertanya.
Mokhallalati mengatakan, semua yang berada di dalam gedung bahkan tidak bisa memeriksa melalui jendela untuk melihat ke luar. Mereka pun tidak bisa mendapatkan apa pun untuk dimakan atau diminum.
Pasukan Israel pun sedang melakukan interogasi terhadap staf medis dan ruang penggeledahan. Pos pemeriksaan telah ditempatkan di jalan masuk ke rumah sakit, dan setiap orang yang masuk atau keluar akan diinterogasi.
Meskipun status Al Shifa sebagai fasilitas sipil, fasilitas tersebut telah dibombardir oleh serangan di dalam dan sekitar lokasinya. Kekurangan bahan bakar dan pasokan medis karena blokade Israel telah membuat perawatan medis menjadi sulit.
Penggerebekan terhadap fasilitas medis terbesar di wilayah kantong Palestina ini juga terjadi setelah lima hari serangan. Wilayah ini telah menjadi pusat perang Israel di Gaza ketika pasukan pendudukan, bersama dengan Amerika Serikat, mengklaim bahwa Hamas, menyembunyikan pusat komando militer di bawahnya. Hamas dan staf medis di dalam al-Shifa telah menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai kebohongan besar.