Brigade Al-Qassam Ungkap Kebenaran Soal Dua Sandera yang Tewas di RS Al-Shifa

Pasukan Israel telah menyebabkan kematian lebih dari 60 sandera di Jalur Gaza.

EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Aktivis pro-Palestina menyerukan gencatan senjata Israel di Gaza saat protes di luar Union Station di Washington, DC, AS, 17 November 2023.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sayap militer Hamas Brigade Al-Qassam mengatakan klaim bahwa jenazah tawanan Israel ditemukan di rumah sakit di Jalur Gaza adalah tidak benar. Dua jenazah itu adalah sandera yang menjalani perawatan di rumah sakit tersebut.

"Kami memindahkan sejumlah tawanan ke pusat perawatan untuk menerima perawatan karena parahnya kondisi kesehatan mereka dan untuk menyelamatkan nyawa mereka. Hal ini terjadi baru-baru ini pada tahanan, Aryeh Zalman Zdmanovich, nomor kartu 0010185791, yang mendapat perawatan intensif," ujar pernyataan Brigade Al-Qassam di Telegram, Sabtu (18/11/2023).

Brigade Al-Qassam menjelaskan setelah sembuh, Zdmanovich dikembalikan ke tempat penahanannya. "Dia meninggal karena serangan panik akibat pengeboman berulang kali di sekitar tempat penahanannya, dan kami akan menerbitkan materi yang mendokumentasikan hal ini," kata pernyataan Brigade Al-Qassam.

Pasukan Israel pada Kamis (16/11/2023) mengumumkan penemuan dua jenazah yaitu seorang tentara perempuan Israel dan seorang sandera perempuan lainnya di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza. Brigade Al-Qassam mengonfirmasi bahwa kedua perempuan itu meninggal dunia akibat pengeboman Israel di tempat penahanan mereka.

Baca Juga


Brigade Al-Qassam menyatakan, pasukan pendudukan sejauh ini telah menyebabkan kematian lebih dari 60 sandera di Jalur Gaza. Mereka tewas akibat pengeboman brutal yang terus menerus berlangsung di seluruh wilayah Jalur Gaza.

Sebelumnya, juru bicara Brigade Al-Qassam...

Sebelumnya, juru bicara Brigade Al-Qassam Abu Ubaidah mengatakan Israel menolak gencatan senjata untuk pembebasan para tawanan di Gaza. Abu Ubaidah menambahkan, penolakan Israel tersebut tidak hanya membahayakan nyawa rakyat Palestina namun juga para sandera.

Abu Ubaidah mengatakan, pekan lalu ada upaya yang dilakukan oleh mediator Qatar untuk menjamin pembebasan sandera Israel, termasuk perempuan dan anak-anak, dengan imbalan pembebasan 200 anak-anak Palestina dan 75 perempuan Palestina. Jumlah tersebut mewakili jumlah total tahanan perempuan dan anak-anak yang ditahan oleh Israel pada 11 November. Israel meminta pembebasan seratus perempuan dan anak-anak yang disandera di Gaza.

Abu Ubaidah mengatakan, Hamas menetapkan syarat pembebasan sandera dengan gencatan senjata selama lima hari dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Abu Ubaidah menjelaskan Hamas dapat membebaskan 50 perempuan dan anak-anak yang ditahan di Gaza dan pada akhirnya sandera yang dibebaskan dapat mencapai 70 orang karena rumitnya penahanan para sandera oleh berbagai faksi.

“Namun, musuh terus menunda-nunda dan menghindari pemenuhan kewajiban ini, tidak hanya mengabaikan nyawa warga sipil Palestina tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap pembunuhan para sandera," ujar Abu Ubaidah dalam pidato terbaru pada Senin (13/11/2023) yang dirilis oleh Resistance News Network di Telegram.

Abu Ubaidah menjelaskan, contoh yang paling jelas adalah pembunuhan terhadap tentara Israel yang ditangkap, Faoul Assyani. Tentara tersebut ditangkap hidup-hidup dan mencatat permohonan pembebasannya pada awal perang. Namun, Assyani terbunuh dalam pengeboman Israel beberapa hari yang lalu.

Kami memperingatkan musuh...

“Kami memperingatkan musuh dan semua pihak yang peduli dengan urusan para sandera dan tahanan bahwa kelanjutan agresi udara dan darat, tidak diragukan lagi dapat membahayakan nyawa mereka setiap saat," ujar Abu Ubaidah.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengatakan Israel tidak menuju ke arah yang benar dalam perang melawan Hamas saat ini. Dalam tulisan di platform media sosial, X, menteri sayap kanan itu menyerukan agar Israel berhenti bernegosiasi mengenai pembebasan sandera oleh pihak Hamas.

"Fakta bahwa setelah 41 hari, (Ketua Hamas Yahya) Sinwar masih dapat melakukan negosiasi untuk menetapkan syarat pembebasan para sandera menunjukkan kita tidak berada di arah yang benar," ujar Smotrich, dilaporkan Times of Israel, Kamis (16/11/2023).

Saat kabinet perang mengadakan pertemuan di Tel Aviv, Smotrich mengatakan bahwa, sudah saatnya kabinet perang menunjukkan kekuatan dengan memutus negosiasi dengan Hamas dan Qatar sebagai mediator. Smotrich mengatakan sudah saatnya Israel menetapkan persyaratan khusus untuk membebaskan sandera.  

"Untuk beberapa waktu sekarang, kita seharusnya menjadi pihak yang menolak untuk melakukan negosiasi, dan hanya berbicara dengan tembakan dan ledakan, itulah satu-satunya cara untuk membawa kembali semua sandera dan memulihkan keamanan bagi Negara Israel," ujar Smotrich.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler