Israel Terus Serang Gaza Usai Kesepakatan Gencatan Senjata Diumumkan

Gencatan senjata di Gaza diperkirakan akan mulai berlaku hari ini.

AP
Militer Israel melakukan operasi darat di Jalur Gaza (ilustrasi).
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Lusinan orang dari satu keluarga telah terbunuh di kamp pengungsi Jabalia. Israel terus membombardir Jalur Gaza yang terkepung beberapa jam setelah pengumuman kesepakatan gencatan senjata, yang diperkirakan akan mulai berlaku pada Kamis (23/11/2023).

Baca Juga


Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki, mengatakan dalam kunjungannya ke London pada Rabu (22/11/2023), bahwa 52 orang dari satu keluarga terbunuh di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara. “Baru tadi pagi dari keluarga Qadoura di Jabalia sudah 52 orang musnah total, terbunuh,” ujarnya dikutip dari Aljazirah.

“Saya punya daftar namanya, 52 di antaranya. Mereka musnah seluruhnya dari kakek hingga cucu," katanya.

Sedangkan di Gaza selatan, serangan besar-besaran terus berlanjut  menjelang jeda kemanusiaan. Padahal daerah itu dianggap sebagai ‘tempat aman’ untuk mengungsi dari utara.

Tapi serangan Israel menyebabkan sebuah bangunan tempat tinggal di Khan Younis hancur total. Area ini pun mengalami tingkat pemboman yang sama dengan wilayah utara.

Secara terpisah di Khan Younis, lebih dari 100 jenazah warga Palestina yang awalnya ditahan di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza utara dikuburkan di kuburan massal. Fasilitas kesehatan ini telah berulang kali digerebek oleh pasukan Israel

Perjanjian antara Israel dan Hamas terjadi setelah hampir tujuh minggu perang di wilayah yang terkepung. Rincian penting dari perjanjian tersebut masih belum jelas, tetapi diperkirakan akan mencakup pembebasan 50 sandera sipil yang ditahan di Gaza, pembebasan 150 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel, dan penghentian serangan di Gaza selama empat hari. Jeda ini diperkirakan bertepatan dengan masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong Palestina itu.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggambarkan perjanjian itu sebagai langkah penting ke arah yang benar. Namun dia melihat masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengakhiri penderitaan itu.

Kesepakatan tersebut juga disambut baik oleh kelompok hak asasi manusia dan para pemimpin politik. Jeda kemanusian ini menjadi tanda potensi kemajuan menuju akhir pertempuran, yang dimulai pada 7 Oktober saat Hamas memasuki wilayah perbatasan Israel dengan korban jiwa mencapai 1200 ribu orang dan menculik 240 orang.

Usai kejadian itu Israel berjanji untuk membubarkan Hamas dan melancarkan serangan dahsyat di Gaza yang telah menyapu bersih seluruh lingkungan. Serangan demi serangan Israel pun membunuh lebih dari 14.500 orang, termasuk lebih dari 5.600 anak-anak.

Bersamaan dengan pemboman tersebut, Israel juga sangat membatasi pasokan makanan, listrik, bahan bakar, dan air untuk lebih dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza. Kelompok bantuan internasional memperingatkan akan adanya bencana kemanusiaan. Para pejabat medis telah memperingatkan bahwa penyakit dapat menyebar di tengah kondisi yang buruk dan air yang terkontaminasi.

Kamp-kamp pengungsi, sekolah-sekolah PBB, dan rumah sakit yang menampung para pengungsi semuanya menjadi sasaran. Sedikit bantuan kemanusiaan yang datang melalui perbatasan dengan Mesir belum cukup untuk mengatasi skala penderitaan.

Kelompok-kelompok bantuan mengatakan, ambisi utama mereka adalah memberikan bantuan ke Gaza utara. Wilayah ini sebagian besar tidak dapat diakses dan hampir semua rumah sakit berhenti bekerja selama serangan udara dan darat yang dilakukan pasukan Israel.

“Seluruh sektor kemanusiaan siap untuk ditingkatkan setelah semuanya siap,” kata juru bicara Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah  Tommaso Della Longa.

Pihak berwenang Israel telah menekankan bahwa penghentian sementara pertempuran tidak berarti mengakhiri perang. “Kami sedang berperang, dan kami akan melanjutkan perang sampai kami mencapai semua tujuan kami: menghancurkan Hamas, mengembalikan semua sandera kami dan memastikan bahwa tidak ada entitas di Gaza yang dapat mengancam Israel,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam rekaman pesannya.

Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan, implementasi perjanjian tersebut proses kompleks. Kondisi tersebut memungkinkan waktu yang lebih banyak untuk mulai menerapkannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler