Mengapa Manusia tak Ingat Memori Masa Kecil? Ini Penjelasannya Secara Ilmiah

Usia antara 2-4 tahun, anak-anak biasanya kekurangan ingatan episodik.

Dok. Freepik
Memori (ilustrasi). Hampir tidak ada seorang pun yang dapat mengingat seluruh memori masa kecilnya. Fenomena tersebut dikenal sebagai amnesia infantil.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir tidak ada seorang pun yang dapat mengingat seluruh memori masa kecilnya. Fenomena tersebut dikenal sebagai amnesia infantil. Ada sebab manusia cenderung melupakan kenangan awal kehidupan ini. 

Baca Juga


Dilansir laman Live Science, Selasa (28/11/2023), ini bukan karena kita tidak menyimpan informasi saat masih anak-anak. Kemungkinan besar, ini karena pada usia tersebut otak kita belum berfungsi untuk menggabungkan informasi ke dalam pola saraf kompleks yang kita kenal sebagai ingatan.

Anak-anak kecil mengingat fakta-fakta pada saat itu, seperti siapa orang tuanya, atau bahwa seseorang harus mengatakan “tolong” sebelum ibu memberimu permen. Ini disebut “memori semantik”.

Tetapi, hingga usia antara dua dan empat tahun, anak-anak biasanya kekurangan “ingatan episodik”. Ini adalah ingatan mengenai detail peristiwa tertentu.

Ingatan semacam itu disimpan di beberapa bagian permukaan otak atau korteks. Misalnya, memori suara diproses di korteks pendengaran di sisi otak, sedangkan memori visual dikelola oleh korteks visual di bagian belakang. Suatu wilayah otak yang disebut hipokampus mengikat semua bagian yang tersebar menjadi satu. 

Profesor psikologi di Universitas Emory, Patricia Bauer, mengatakan kepada Livescience, jika Anda menganggap korteks Anda sebagai hamparan bunga, ada bunga di seluruh bagian atas kepala Anda. “Hipokampus, yang terletak sangat rapi di tengah-tengah otak Anda, bertanggung jawab untuk menyatukan semuanya dan mengikatnya dalam sebuah karangan bunga,” kata Bauer.

Memori adalah karangan bunga, pola saraf keterkaitan antara bagian otak tempat memori disimpan. Anak-anak mungkin gagal merekam episode tertentu hingga rentang usia dua hingga empat tahun karena saat itulah hipokampus mulai mengikat potongan-potongan informasi menjadi satu, kata Nora Newcombe, seorang profesor psikologi di Temple University di Philadelphia kepada Live Science.

Newcombe mengatakan, untuk anak-anak yang lebih muda dari rentang usia tersebut, memori episodik mungkin menjadi terlalu rumit pada saat seorang anak baru belajar bagaimana dunia bekerja. “Saya pikir tujuan utama dari dua tahun pertama adalah untuk memperoleh pengetahuan semantik dan dari sudut pandang itu, memori episodik sebenarnya bisa menjadi pengalih perhatian,” kata Newcombe.

Namun, teori lain menyatakan bahwa kita sebenarnya menyimpan kenangan awal ini saat masih anak-anak, namun kesulitan mengingatnya saat dewasa. Misalnya, sebuah penelitian pada tahun 2023, yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances menemukan bahwa ingatan masa kecil yang “terlupakan” dapat dipulihkan kembali pada tikus dewasa dengan menstimulasi jalur saraf yang relevan dengan ingatan tertentu dengan cahaya.

Para penulis penelitian ini pertama kali mengeksplorasi faktor-faktor perkembangan yang dapat memengaruhi amnesia masa kanak-kanak. Mereka menemukan bahwa tikus dengan karakteristik kondisi perkembangan saraf gangguan spektrum autisme (ASD) mampu mengingat kembali kenangan masa kecilnya

Autisme mempunyai banyak penyebab, namun sebelumnya telah dikaitkan dengan aktivasi berlebihan sistem kekebalan tubuh ibu selama kehamilan. Jadi, untuk membuat tikus dengan ASD, para peneliti menstimulasi sistem kekebalan tubuh tikus betina selama kehamilan.

Aktivasi kekebalan ini membantu mencegah hilangnya ingatan awal pada keturunan ini dengan memengaruhi ukuran dan plastisitas sel memori khusus di otak mereka. Ketika sel-sel ini distimulasi secara optik pada tikus dewasa tanpa autisme, ingatan yang terlupakan dapat dipulihkan.

“Temuan baru ini menunjukkan bahwa aktivasi kekebalan selama kehamilan menghasilkan perubahan keadaan otak yang mengubah ‘saklar melupakan’ bawaan kita, namun bersifat reversibel yang menentukan apakah akan terjadi lupa ingatan pada masa bayi,” kata rekan penulis studi, Tomás Ryan, seorang profesor asosiasi biokimia di Trinity College Dublin di Irlandia dalam sebuah pernyataan. 

Meskipun penelitian ini dilakukan pada tikus dan belum diteliti pada manusia, penelitian ini dinilai memiliki implikasi yang signifikan. "Implikasi yang dimaksud untuk meningkatkan pemahaman kita tentang memori dan lupa dalam perkembangan anak, serta fleksibilitas kognitif secara keseluruhan dalam konteks autisme,” kata Ryan. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler