The Three Musketeers: D'Artagnan, Kisah Memikat Antara Kesetiaan dan Pengkhianatan
Sinema ini merupakan bagian pertama dari dwilogi arahan sutradara Martin Bourboulon.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemuda asal Gascon bernama D'Artagnan (Francois Civil) pergi ke Paris dengan penuh semangat untuk bergabung menjadi musketeer. Namun, sang komandan mengatakan butuh waktu panjang bagi D'Artagnan untuk bisa diangkat sebagai musketeer, prajurit pengawal Raja Prancis.
Momen tidak terduga membuat D'Artagnan akrab dengan tiga sosok muskeeter andal, yakni Athos (Vincent Cassel), Aramis (Romain Duris), serta Porthos (Pio Marmai). Mereka terlibat upaya untuk menemukan pelaku sebuah insiden runyam, yang ternyata mempertaruhkan masa depan Kerajaan Prancis.
Kisah D'Artagnan dan ketiga muskeeter itu bisa disimak dalam film The Three Musketeers: D'Artagnan, yang tayang di bioskop Indonesia mulai 29 November 2023. Sinema ini merupakan bagian pertama dari dwilogi arahan sutradara Martin Bourboulon.
Plotnya didasarkan pada novel sejarah The Three Musketeers (1844) karya penulis Prancis, Alexandre Dumas. Film untuk penonton 13 tahun ke atas ini sarat dengan petualangan autentik, adegan pertempuran, intrik kerajaan, juga batas samar antara kesetiaan dan pengkhianatan.
Sejak awal film, penonton sudah disuguhi adegan menegangkan ketika D'Artagnan berusaha menyelamatkan seorang perempuan dari penculikan. Sutradara Bourboulon menghadirkan perkelahian adu pedang dan rentetan baku tembak dengan menegangkan.
Namun, film tidak cuma berisi berbagai adegan laga. Ada kisah memikat yang membuat penonton ingin menyelami lebih jauh sosok D'Artagnan, begitu juga sosok Athos, Porthos, dan Aramis. Sosok pendukung lain seperti Milady de Winter, Constance Bonacieux, King Louis XIII, Anne of Austria, Duke of Buckingham, dan Cardinal Richelieu juga punya peran signifikan dalam cerita.
Pemilihan cermat para tokoh dalam film amat mendukung The Three Musketeers: D'Artagnan sebagai sebuah paket lengkap, mengawinkan petualangan, thriller, humor, dan drama. Suasana Prancis di tahun 1627-an di tengah ancaman perang pun terlihat sangat nyata.
Di awal, penonton mungkin sedikit kebingungan membedakan satu sosok dengan lainnya. Akan tetapi, lambat laun penonton akan mengenali satu per satu tokoh dengan baik, didukung alur cerita yang tepat dan tidak tergesa-gesa. Film ini pun kian mendekatkan penonton pada kisah Three Musketeers yang tenar dengan motto "Semua untuk satu dan satu untuk semua!".
Malah, banyak keluhan penonton terdengar ketika sekitar dua jam durasi film berakhir, pada momen yang cukup menggantung. Penonton perlu bersabar menantikan lanjutan film, The Three Musketeers: Milady, yang kemungkinan tayang di bioskop Indonesia tahun depan.