Kelindan Antara Revisi UU MK dan Dugaan Upaya Menyingkirkan Saldi Isra

Salah satu Revisi UU MK adalah pasal yang menyangkut usia dan seleksi hakim MK.

Republika/Prayogi
Suasana jalannya sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dengan agenda pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Antara

Baca Juga


Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konsitusi (UU MK) diduga terkait dengan isu penyingkiran hakim MK, Saldi Isra. Dugaan ini menguat karena tak ada urgensi mengubah syarat umur hakim MK di tengah hajatan Pilpres 2024.

 

Eks Hakim MK I Dewa Gede Palguna memahami betapa tak pentingnya wacana revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konsitusi (UU MK). Palguna memandang rencana mengubah UU MK tergolong pelemahan MK.

"Selalu yang diutak-atik adalah persoalan umur, yang tidak ada kaitannya dengan kelembagaan MK, maupun dengan kepentingan publik," kata Palguna saat dikonfirmasi pada Kamis (30/11/2023).

 

Salah satu wacana dalam revisi UU MK menyangkut perubahan syarat batas usia minimal hakim MK dari 55 diubah menjadi 60 tahun. Palguna merasa heran dengan permasalahan umur yang tiada hendi dibahas saban revisi UU MK. 

"Apa masalahnya dengan persoalan umur? Berkali-kali soal umur saja yang diubah, pertama 46 tahun, udah itu 47 tahun, habis itu 55 tahun, sekarang mau 60 tahun," ujar Palguna.

 

Palguna mengingatkan sebenarnya ada masalah yang lebih penting untuk dicarikan solusinya dalam revisi UU MK. Palguna mencontohkan hukum acara yang belum diatur lengkap. 

 

"Ada hal-hal yang lebih substansial selama ini yang memerlukan perubahan di ketentuan di UU MK malah tidak disentuh," ucap Palguna. 

Palguna juga menyinggung kewenangan MK yang belum maksimal terakomodasi dalam UU MK yang berlaku kini. 

 

"Misalnya soal kewenangan yang lebih mendesak, yang perlu diberikan kepada MK dalam rangka penguatan dia sebagai pengawal konstitusi, yaitu pengawalan konkret judicial review atau constitutional question. Apalagi constitutional complain, yang tanpa perlu melakukan perubahan UUD, yang bisa dilakukan melalui perubahan UU, itu juga tidak pernah disentuh," ujar Palguna. 

Sehingga, Palguna menyimpulkan ada upaya mengintervensi MK lewat wacana revisi UU MK. Palguna sungguh menyayangkan revisi UU MK yang dijadikan alat politik. 

"Bagi saya MK itu, ini bukan lagi pelemahan tapi sudah penghancuran (MK). Dan ini hanya digunakan sebagai alat politik saja," ucap Palguna. 

 

 


Diketahui belakangan, bahwa DPR RI melanjutkan pembahasan revisi keempat UU MK. Masa jabatan hakim MK menjadi salah satu isu yang kemungkinan dibahas, meski menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk kalangan masyarakat sipil.

Banyak pihak merasa pembahasan revisi UU MK dipaksanakan karena tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Sementara, MK sendiri menyatakan tidak tahu menahu dan menyerahkan urusan itu kepada DPR. 

Anggota DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan bahwa putusan MK soal batas usia capres/cawapres yang menjadi polemik menjadi salah satu poin pertimbangan mengapa UU MK kembali direvisi. Menurut dia, revisi UU MK akan memperkuat fungsi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Memperkuat MKMK dengan tidak mengabaikan sifat dari putusan MK yang final dan mengikat," ujar Baidowi.

Melalui revisi UU tersebut, menurut Baidowi, juga akan memperkuat seleksi hakim konstitusi MK. "Yakinlah dalam melakukan proses itu selalu melakukan seleksi secara ketat untuk menghasilkan orang-orang terpilih yang bagus," kata Baidowi.

Sebelumnya, eks Wamenkumham Denny Indrayana mengungkap revisi UU MK ditujukan guna menyingkirkan seorang hakim MK dalam waktu dekat ini. Caranya menaikkan syarat usia hakim MK menjadi 60 tahun. 

Hal itu diutarakan Denny Indrayana lewat akun Twitter/X pribadinya beberapa waktu lalu. Denny mulanya mencuit salah satu titik yang diobrak-abrik guna memastikan kemenangan Pilpres 2024 adalah MK. Caranya memastikan komposisi hakim MK konstitusi sesuai strategi pemenangan. 

"Salah satu modus operandinya lagi-lagi dengan memainkan syarat batas umur. Berkali-kali syarat umur hakim MK diubah-ubah, terakhir dinaikkan jadi 55 tahun," cuit Denny. 

"Maka yang belum 60 tahun akan ditendang? Sasaran tembaknya Saldi Isra? Mengapa? Karena tidak bisa ditundukkan kepentingan kekuasaan? Karena tidak sesuai dengan strategi pemenangan?" cuit Denny lagi.  

Tercatat, ada tiga hakim MK yang belum berumur 60 tahun yakni Saldi Isra, M Guntur Hamzah, dan Daniel Yusmic Pancastakih Foekh. Hakim MK yang belum genap berusia 60 tahun berpotensi akan diminta konfirmasi ke lembaga pengusulnya. Diketahui, Guntur diusulkan DPR, sedangkan Saldi Isra dan Daniel diusulkan Presiden Jokowi. 

"Mengubah syarat umur hakim MK untuk memastikan kemenangan (Pilpres 2024) harus dilawan," seru Denny.

Kecurigaan Denny layak menjadi perhatian publik. Sebab, MK adalah tempat pertarungan terakhir bagi peserta Pilpres 2024 dalam bingkai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). MK bakal menjadi juru pengadil yang bisa menentukan "pemenang" Pilpres 2024.

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler