Jaksa ICC Sebut Serangan Hamas 7 Oktober Sebagai Kejahatan Internasional Paling Serius

Hamas menyandera 250 orang saat menyerang Israel pada 7 Oktober lalu.

AP Photo/Peter Dejong
Jaksa Agung Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, mengatakan pada Ahad (3/12/2023), bahwa serangan terhadap warga sipil Israel yang tidak bersalah pada 7 Oktober oleh Hamas mewakili beberapa kejahatan internasional paling serius. Khan juga menyerukan pembebasan segera para sandera yang diculik di Israel dan dibawa ke Gaza.

Baca Juga


“Tidak ada pembenaran atas penyanderaan siapa pun, dan khususnya pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dengan mengambil dan terus menahan anak-anak. Sandera tidak bisa diperlakukan sebagai perisai manusia atau alat tawar-menawar,” kata Khan dikutip dari Haaretz.

Dari sekitar 250 sandera yang diculik dari Gaza, 113 orang masih berada di wilayah kantung Palestina itu. Lebih dari 1.200 orang meninggal dunia dalam serangan Hamas di komunitas perbatasan Israel.

Khan yang diundang ke Israel oleh keluarga para sandera mengunjungi kibbutzim yang merupakan perbatasan yang diserang. Dia mendengar cerita tentang kondisi yang terjadi di sana dari beberapa orang yang selamat.

“Di Kibbutz Be'eri dan Kibbutz Kfar Azza, serta di lokasi Nova Music Festival di Re’im, saya menyaksikan adegan kekejaman yang diperhitungkan,” kata Khan.

“Pesan saya jelas: Kami siap bekerja sama dengan mereka sebagai bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab," ujarnya.

Dalam sebuah wawancara dengan Haaretz pada pekan lalu, Khan mengatakan, ICC memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki peristiwa 7 Oktober. Pertimbangan itu setelah kunjungan tiga hari ke Israel dan wilayah pendudukan Tepi Barat.

Khan mengaku memiliki alasan untuk percaya bahwa tindakan yang didefinisikan sebagai kejahatan menurut hukum internasional telah dilakukan oleh Hamas pada hari itu. “Ini bukan pembunuhan acak,” kata Khan.

Menurut Khan, Hamas memburu orang dan anak-anak diculik dari tempat tidurnya. Dia juga menyatakan bahwa banyak perempuan dan orang lanjut usia yang dibunuh, termasuk para penyintas Holocaust.

Jaksa ICC ini mengatakan, kantornya akan dengan senang hati bekerja sama dengan Israel dalam menyelidiki peristiwa 7 Oktober. Dia pun tidak akan terhalang untuk melakukan penyelidikan, bahkan jika Israel mempertahankan kebijakannya saat ini untuk tidak mengakui yurisdiksi ICC dan tidak bekerja sama.

Khan juga mengomentari operasi militer yang dilakukan Israel di Gaza sebagai respons terhadap serangan 7 Oktober dengan tujuan menyingkirkan Hamas dari kekuasaan di Gaza. “Meskipun ada pelanggaran hukum kemanusiaan internasional yang dilakukan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza, cara Israel menanggapi serangan ini tunduk pada parameter hukum yang jelas yang mengatur konflik bersenjata,” katanya.

Khan menjelaskan, kemungkinan konflik di wilayah padat penduduk dengan para pejuang diduga bergabung secara tidak sah dengan penduduk sipil. Namun, dia menegaskan, kemanusiaan internasional harus tetap berlaku dan militer Israel mengetahui hukum yang harus diterapkan.

Israel telah bersumpah untuk memusnahkan Hamas dan tujuannya di Gaza adalah untuk menghancurkan sasaran-sasaran yang terkait dengan kelompok tersebut. Namun militer Israel terus mengusir warga Gaza dengan imbauan evakuasi untuk meninggalkan daerah tersebut.  

“Israel telah melatih para pengacara yang memberikan nasihat kepada para komandan dan sistem yang kuat yang dimaksudkan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan internasional,” kata Khan.

Berbeda dengan Israel yang bukan merupakan anggota yurisdiksi pengadilan, Otoritas Palestina adalah anggota yurisdiksi pengadilan tersebut. Khan bertemu dengan para pemimpin Palestina di Ramallah pada Sabtu (2/12/2023).

Khan juga mengamati banyaknya korban sipil di Gaza sejak peluncuran operasi militer Israel sebagai tanggapan terhadap serangan 7 Oktober. “Hukum perang harus dipatuhi. Undang-undang tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga perempuan dan anak-anak tidak memiliki perlindungan," ujarnya.

Tuduhan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia telah dilontarkan oleh kedua belah pihak sejak kelompok Hamas menyerbu beberapa komunitas Israel pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan menyandera sekitar 240 orang.

Lebih dari 1,5 juta warga telah mengungsi, sebagian besar dari mereka berasal dari Gaza utara, akibat serangan balasan Israel yang brutal. Tindakan ini telah membunuh lebih dari 15 ribu warga Gaza,  termasuk perempuan dan anak-anak.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler