Doni Monardo dan Konsep the Man Behind the Gun Kopassus

Bukan masalah senjatanya, tapi siapa yang memakainya.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Danjen Kopassus periode 2014-2015, Mayjen Doni Monardo.
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra

Medio April 2012. Komando Pasukan Khusus (Kopassus) mengundang sejumlah wartawan untuk ikut gathering. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian hari ulang tahun (HUT) ke-60 Kopassus.

Baca Juga



Yang hadir tentu saja awak media yang biasa meliput di TNI atau Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Para undangan diajak ke Lapangan Tembak Rama-Shinta Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur.

Panitia membagi sejumlah wartawan untuk ikut lomba menembak. Tentu untuk sekadar senang-senang saja. Setiap awak media diberi lima butir peluru. Di meja, sudah ada MP5. Senjata MP5 terbilang legendaris.

Senjata ini digunakan personel Kopassus kala melakukan pembebasan pembajakan pesawat Woyla Garuda DC-9 di Bandara Don Mueang, Bangkok pada 21 Maret 1981. Dengan didampingi instruktur dari Satuan Gultor 81/Kopassus, peserta diminta membidik sasaran kertas berlapis lempengan besi berjarak sekitar 20 meter.

Tentu saja, tidak semua peluru tepat sasaran. Termasuk penulis yang hanya bisa mengenai sasaran dua kali, dan tiga peluru lainnya meleset.

Ternyata, mereka yang menembak dengan hasil terbaik masuk putaran final. Termasuk Fefy, salah satu rekan penulis yang akhirnya meraih juara di kalangan wartawan.

Momen itu tentu saja disambi dengan menikmati camilan dan minuman yang disediakan panitia. Ketika lomba menembak antarwartawan rampung, tiba-tiba Brigjen Doni Monardo datang. Kedatangan Doni yang memiliki postur tegap dan ideal membuat instruktur dan panitia gathering langsung dalam posisi hormat.

Entah sudah direncanakan atau dadakan, Doni yang saat itu menjabat Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus melontarkan tantangan. Abiturien Akademi Militer (Akmil) 1985 ini mengajak para finalis lomba menembak antarwartawan untuk bertanding.

Dia menyiapkan sejumlah uang jika ada wartawan yang bisa mengalahkannya.
Seketika saja, dar der dor. Lima peluru yang disediakan panitia dengan mudah dimuntahkan Doni. Dengan santai, ia membidik sasaran secara presisi. Semua peluru yang ditembakkan tepat mengenai titik hitam di tengah sasaran.

Para wartawan yang melihat pemandangan itu, langsung sorak sorai. Mungkin di kalangan Korps Baret Merah, sudah menjadi kewajaran jika semua prajurit, termasuk perwira diwajibkan lihai dalam menembak.

Namun, penampilan Doni kala itu mengundang decak kagum. Fefy yang terbaik di kalangan wartawan, hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kepiawaian Doni dalam memegang senjata. Kemahirannya bagaikan bumi dan langit dengan sang profesional.

Meski begitu, panitia tetap memberi apresiasi dan piala kepada pemenang lomba tembak wartawan. Setelah itu, Doni pun berbincang dengan para wartawan. Dia memberikan penjelasan tentang senjata MP5 yang biasa digunakan Kopassus untuk berlatih ataupun operasi.

Menurut dia, kepiawaian prajurit Kopassus dalam menembak itu sebenarnya bukan ditentukan senjatanya, melainkan orangnya. Setiap prajurit yang sering berlatih, pasti bisa dengan cepat adaptasi membidik sasaran. Sehingga senjata bukan menjadi faktor utama dalam menentukan kehebatan petembak.

"Bukan masalah senjatanya, tapi siapa yang memakainya. Ini yang dinamakan the man behind the gun," kata Doni kepada awak media. Penulis termasuk yang paling ingat dengan percakapan itu.

Hal itu lantaran konsep man behind the gun selama ini memang sangat populer. Menurut Doni, prajurit profesional dan ahli itu bisa terbentuk dengan sering berlatih. Sehingga jika diberi senjata tipe apa pun tidak menjadi masalah.

Saat menjabat Wadanjen Kopassus pula, Doni ikut terlibat dalam Ekspedisi Khatulistiwa di Kalimantan pada 2012. Dia ikut berjalan kaki bersama berbagai pihak, termasuk pecinta alam, menyusuri hutan hingga perbatasan Malaysia.

Dia juga ditunjuk sebagai wakil komadan satgas pembebasan sandera kapal MV Sinar Kudus yang dibajak perompak. Gabungan prajurit terlatih TNI AL dan AD dikirimkan untuk membebaskan sandera di perairan Somalia, Afrika.

Tidak lama setelah itu, Doni mendapatkan promosi menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres). Dia kembali menjadi pengawal utama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2012-2014. Sebelum itu, Doni pernah menjadi Komandan Grup A Paspampres yang bertugas mengawal SBY pada 2008-2010.

Setelah SBY meletakkan jabatannya pada 20 Oktober 2014, dua hari kemudian, Doni promosi menjabat Danjen Kopassus. Di sinilah kepedulian Doni dengan memerintahkan anak buahnya bersama warga sekitar untuk membersihkan Sungai Ciliwung, yang menjadi batas barat Mako Kopassus.

Kepedulian Doni kala itu mendapat apresiasi dari Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ketika dipindah menjadi Pangdam XVI/Pattimura pada 2015-2017, Doni membuat terobosan dengan meluncurkan program emas biru dan emas hijau. Program itu dibuat demi peningkatan kesejahteraan nelayan dan warga Maluku.

Ketika Doni dimutasi menjadi Pangdam III/Siliwangi, Doni lagi-lagi membuat terobosan dengan menciptakan program Citarum Harum. Menggandeng Gubernur M Ridwan Kamil, ia memerintahkan prajurit TNI untuk membersihkan Sungai Citarum yang sempat disebut sebagai sungai terkotor di dunia.

Begitulah beberapa pencapaian Doni selama berkarier di militer. Selamat jalan Pak Doni. Jasamu pasti terus dikenang...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler