Ngeri, 80 Persen Penderita Kanker Paru adalah Perokok
Merokok 20 kali lipat meningkatkan risiko kanker paru.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker paru merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah merokok.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Moh Adib Khumaidi menjelaskan kanker paru merupakan penyebab utama dari kematian akibat kanker seluruh dunia dan merupakan angka kematian tertinggi pada pria dan wanita. Salah satu faktor pemicunya adalah merokok. Rokok menyumbang hampir 85 persen pada kanker paru.
Senada, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Onkologi dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr Sita Laksmi Andarini mengatakan, obat kanker paru paling utama adalah berhenti merokok karena lebih dari 80 persen penderita kanker paru adalah perokok.
Risiko terbesar adalah rokok, pajanan polusi, pajanan asbes, riwayat tuberkulosis dan riwayat keluarga. "Rokok 20 kali lipat meningkatkan risiko kanker paru, perokok pasif 25 persen, di kita angkanya empat kali lipat," ujarnya dalam Media Briefing PB IDI: Mengenal Kanker Paru, Senin (4/12/2023).
Bagaimana dengan rokok elektronik? Menurutnya, rokok elektronik belum diketahui apakah bisa meningkatkan kanker paru. Hal itu baru dapat diketahui lima hingga 10 tahun ke depan.
Penelitian yang dilakukan dr Sita, RSUP Persahabatan dan FKUI, menunjukkan bahwa continine yang ada di dalam rokok elektronik itu ternyata sama atau lebih tinggi dengan rokok biasa. Sementara itu, angka continine sisha mencapai 30 kali lipat dibandingkan rokok biasa.
Faktor risiko penting lainnya adalah riwayat tuberkulosis. Ada pula faktor genetik atau family history.
"Kanker paru memang tidak diturunkan, tetapi kanker paru ini, jika ada keluarga yang menderita kanker, maka risiko terjadinya kanker lebih tinggi," katanya.
Ia menjelaskan kanker paru adalah kanker tersering pada laki-laki dan nomor lima pada wanita. "Kenapa nomor lima? Karena upaya kanker pada perempuan, yaitu kanker serviks dan payudara, itu bisa dilakukan dengan deteksi. Sedangkan, pada laki-laki karena memang perokok," ujarnya.
Ia menambahkan kasus kanker paru ini meningkat pada perempuan tidak merokok dan usia lebih muda. "Jadi, usia lebih muda ini di Indonesia kalau kita melakukan penelitian di mana-mana, angka kanker paru itu 10 tahun lebih muda dibandingkan dengan data di negara lain. Kalau negara lain sekitar 63, 68 tahun, Indonesia sekitar 58 tahun," katanya.
Menurut dia, kanker paru sebenarnya dapat dicegah dan disembuhkan jika ditemukan dalam kondisi dini. Namun, sayangnya, pasien 90 persen datang dalam stadium lanjut.
"Angka tahan hidup meningkat dengan penemuan obat-obatan baru. Di antaranya targeted, imunoterapi dan lainnya, tidak hanya kemoterapi."
Gejala kanker paru yang harus diwaspadai adalah batuk, sesak napas, batuk darah, nyeri dada. Gejala lain menyerupai stroke dan juga kejang karena ada penyebaran ke otak.