Menanti Keberanian ICC Menghentikan Langkah Netanyahu Cs

Israel kebal dari berbagai upaya resolusi untuk penjatuhan sanksi.

AP Photo/Hatem Ali
Warga Palestina menyaksikan kerusakan akibat serangan bom yang dilancarkan Israel di Rafah, Jalur Gaza, Senin (4/12/2023).
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID,


Ditulis Oleh Wartawan Republika Nidia Zuraya

Pada 4 Desember 2023, pasukan darat Israel terus merangsek masuk ke Jalur Gaza selatan, setelah tiga hari terakhir melakukan pengeboman besar-besaran di wilayah selatan Jalur Gaza. Laporan awal dari radio militer Israel secara efektif mengkonfirmasi bahwa tentara Israel telah melancarkan operasi darat ke Khan Younis di Jalur Gaza selatan.

Saat memberikan pengarahan kepada anggotanya, Kepala Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letjen Herzi Halevi mengatakan bahwa IDF juga akan bertempur di wilayah selatan Jalur Gaza. Setelah berhasil menghancurkan wilayah utara Jalur Gaza, kini IDF mengalihkan kampanye serangan, baik udara maupun darat, ke selatan Jalur Gaza.

Usai kesepakatan gencatan senjata berakhir, pasukan penjajah Israel langsung membombardir wilayah selatan Jalur Gaza, tempat penduduk sipil mengungsi. Dengan serangan terbaru Israel tak ada lagi tempat aman di Jalur Gaza saat ini.  

Kebrutalan pasukan penjajah Israel ini terlihat dari laporan terbaru Direktorat Jenderal Kantor Media Pemerintah di Gaza yang menyebutkan bahwa lebih dari 700 warga Palestina telah terbunuh di Gaza selama 24 jam pada 3 Desember lalu. Karenanya tak salah jika Dana Anak-Anak untuk PBB (UNICEF) menyebut pengeboman di selatan Jalur Gaza yang kini sedang berlangsung menjadi paling terburuk sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023. 

Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, hingga 4 Desember 2023, jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel sudah mencapai lebih dari 15.900 orang, termasuk 6.600 anak-anak. Sementara korban luka menembus 41.316 orang. Angka tersebut dihitung sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023.

Seluruh lingkungan di Jalur Gaza telah dihancurkan pasukan zionis Israel. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan hampir 1,9 juta orang atau lebih dari 80 persen populasi telah mengungsi di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Di saat militer Israel memperluas arena pertempurannya di Jalur Gaza, Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan sedang melakukan kunjungan ke Tel Aviv dan Ramallah. Kunjungan Karim Khan ke Israel ini atas permintaan dan undangan para penyintas dan keluarga korban serangan Hamas pada 7 Oktober lalu.

Selain mencari bukti pidana yang terkait serangan Hamas di 7 Oktober, kedatangannya juga sekaligus untuk mencari bukti pidana aksi balasan Israel ke Gaza setelah 7 Oktober. 

Sebelum menerima permintaan para penyintas dan keluarga korban serangan Hamas, pada 17 November 2023, jaksa Khan telah menerima permintaan bersama dari lima negara untuk menyelidiki situasi di Palestina. Kelima negara yang mengajukan permintaan tersebut adalah Afrika Selatan (Afsel), Bangladesh, Bolivia, Komoro, dan Djibouti. 

Baru-baru ini tim pengacara korban serangan Israel ke Jalur Gaza telah mengajukan pengaduan ke ICC. Mereka menegaskan, apa yang dilakukan Israel di Gaza merupakan kejahatan genosida.

Saat berkunjung ke Ramallah awal Desember ini, Jaksa Khan meminta Israel untuk menghormati aturan perang internasional. Pada saat yang sama, Khan juga menyoroti kekerasan yang dilakukan oleh pemukim di Tepi Barat. Dia mengatakan akan mempercepat penyelidikannya atas kekerasan yang dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Tak ingin ICC dianggap sebagai lembaga yang tidak fair, Jaksa Khan juga memberikan penilaiannya mengenai serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil Israel pada 7 Oktober 2023. Menurutnya, serangan Hamas ini merupakan kejahatan internasional paling serius. Atas dasar penilaian tersebut ia menyerukan pembebasan segera para sandera yang diculik di Israel dan dibawa ke Gaza.  

Meski Israel bukan anggota ICC dan tidak mengakui yurisdiksinya, namun Khan menegaskan bahwa ICC memiliki yurisdiksi atas potensi kejahatan perang yang terjadi di wilayah perbatasan Israel dan di Jalur Gaza.

Bukan kali ini saja ICC melakukan penyelidikan dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina. Sejak 13 Juni 2014, penyelidikan sudah dilakukan. Bahkan pada Maret 2021, ICC telah mengumumkan akan membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina. Selain Israel, kelompok perlawanan Palestina juga turut akan diinvestigasi. 

Penyelidikan ICC pada saat itu berfokus pada perang Gaza tahun 2014. Selain itu tewasnya para demonstran Palestina yang mengikuti aksi Great March of Return di perbatasan Gaza-Israel pada 2018 juga menjadi fokus ICC.

Sebelum perang di Jalur Gaza terjadi, warga Palestina telah bertahun-tahun menghadapi blokade, kekerasan, pengusiran, hingga pembersihan etnis. Namun, tindakan Israel itu selalu lolos dari jeratan sanksi atau hukuman dari otoritas internasional maupun negara lain. Israel kebal dari berbagai upaya resolusi untuk penghentian serangan ataupun penjatuhan sanksi. 

Dengan kedatangan Jaksa Khan ke Israel awal Desember tahun ini untuk mencari bukti-bukti kejahatan perang, apakah bisa menyetop pertumpahan darah di tanah Palestina dan menyeret Benjamin Netanyahu dan seluruh anggota kabinet perang Israel ke meja persidangan ICC.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler