Netanyahu: Kekuatan Militer Besar Cara Cepat Akhiri Perang Gaza

IDF telah diperintahkan untuk melanjutkan perang di Gaza.

AP Photo/Abir Sultan
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (ilustrasi).
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan kekuatan militer yang luar biasa adalah cara tercepat untuk mengakhiri perang Gaza. Tindakan itu dinilai sangat diperlukan dalam memastikan kembalinya para sandera.

Baca Juga


“Saya sampaikan dari sini kepada teman-teman kita di dunia yang mendorong diakhirinya perang dengan cepat: satu-satunya cara kita untuk mengakhiri perang, dan mengakhirinya dengan cepat, adalah dengan menggunakan kekuatan besar melawan Hamas dan menghancurkannya," ujar Netanyahu dikutip dari Jerusalem Post.

“Jika teman-teman kita ingin membantu mempersingkat perang, yang juga merupakan perang mereka melawan barbarisme yang mengancam dunia, mereka harus berdiri teguh di sisi kita,” ujarnya.

Netanyahu menegaskan, tekanan gabungan dari kampanye Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza dikombinasikan dengan tekanan diplomatik yang kuat adalah satu-satunya cara untuk menjamin pembebasan tawanan Hamas. “Kami berupaya untuk membawa pulang semua tawanan dengan selamat, dan maksud saya semua orang,” katanya.

Israel telah menghitung, bahwa ada sekitar 138 sandera yang tersisa dari hampir 250 orang yang ditangkap Hamas selama infiltrasi ke Israel selatan pada 7 Oktober. Netanyahu pun kembali bertemu dengan keluarga para sandera untuk menenangkan mereka.

“Saya mengatakan kepada keluarga bahwa kami berupaya semaksimal mungkin untuk mengembalikan orang yang mereka cintai. Mengembalikan semua tawanan kami adalah salah satu dari tiga tujuan utama yang kami tetapkan dalam perang ini, dan tujuan-tujuan ini saling menguntungkan,” kata Netanyahu.

Netanyahu mengingatkan, bahwa Israel telah mengamankan pembebasan 110 sandera, 80 orang di antaranya adalah perempuan dan anak-anak Israel yang dibebaskan melalui kesepakatan yang berakhir pada 1 Desember 2023. “Kami berhasil membawa pulang 110 tawanan melalui kampanye darat yang hebat dan upaya diplomasi yang berkelanjutan," ujarnya sesumbar.

“Dan saya beritahu Anda, ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan para tawanan yang masih ditahan oleh Hamas  dan kami berkewajiban untuk melakukannya,” kata Netanyahu.

IDF telah diperintahkan untuk melanjutkan perang. “Pejuang kami memperluas operasi darat melawan Hamas di mana pun di Jalur Gaza, termasuk di bagian selatan Jalur Gaza. Malam ini kami beroperasi di sana dengan kekuatan yang luar biasa. Tanah berguncang di Khan Younis, tanah berguncang di Jabalya. Kami mengepung mereka berdua. Tidak ada tempat yang tidak kita jangkau,” kata perdana menteri Israel itu

Netanyahu menyatakan, militer Israel akan berjuang sampai akhir dengan kemenangan mutlak. Kemenangan tersebut diperhitungkan dengan kembalinya para sandera, kehancuran Hamas, dan memastikan Gaza tidak terus menimbulkan ancaman bagi Israel.

“Tidak ada entitas di Gaza yang akan mendukung teror, mendidik untuk teror, atau mendanai teror,” kata Netanyahu.

Setelah perang usai, menurut Netanyahu, Gaza harus didemiliterisasi dan tetap berada di bawah kendali keamanan IDF. “Tidak ada kekuatan internasional yang bertanggung jawab atas hal ini (keamanan Gaza). Kami telah melihat apa yang terjadi di tempat lain yang mendatangkan pasukan internasional,” kata Netanyahu.

“Saya belum siap untuk menutup mata dan menerima pengaturan lain," ujarnya.

Selain itu, Netanyahu mengecam kegagalan kelompok hak asasi manusia dan PBB untuk segera mengutuk klaim atas pemerkosaan dan mutilasi seksual yang dilakukan Hamas terhadap korban perempuan pada serangan 7 Oktober lalu. “Apakah kamu diam karena kita sedang membicarakan wanita Yahudi?” kata Netanyahu bertanya.

Dalam bahasa Inggris, dia bertanya kepada komunitas internasional, “Di mana Anda? Saya katakan kepada organisasi hak-hak perempuan, kepada organisasi hak asasi manusia. Anda pernah mendengar pemerkosaan terhadap perempuan Israel, kekejaman yang mengerikan, mutilasi seksual di tangan Hamas?" ujarnya tanpa memberikan bukti.

Qatar yang menjadi penengah dalam kesepakatan jeda kemanusiaan  berupaya memperbaiki perjanjian gencatan senjata yang gagal antara Israel dan Hamas. “Kami terus berupaya untuk memperbarui [gencatan senjata] dan meringankan beban rakyat kami di Jalur Gaza, namun gencatan senjata bukanlah alternatif untuk gencatan senjata yang komprehensif,” kata Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani.

Sheikh Tamim meminta Dewan Keamanan PBB untuk memaksa Israel kembali ke meja perundingan mengenai perang di Gaza. Dia mengatakan, kelambanan komunitas internasional dalam menghentikan konflik tersebut adalah hal yang memalukan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler