AS Sebut Faksi-faksi yang Bertikai di Sudan Lakukan Kejahatan Perang
Menlu AS mendesak militer dan kelompok paramiliter RSF untuk menghentikan konflik.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pihaknya telah menetapkan bahwa faksi-faksi yang bertikai di Sudan telah melakukan kejahatan perang. Ia mengatakan hal itu, di samping upaya Washington meningkatkan tekanan pada tentara (SAF) dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) untuk mengakhiri pertempuran yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan.
Blinken mendesak militer dan kelompok paramiliter RSF untuk 'menghentikan konflik ini sekarang juga'. AS juga menemukan bahwa RSF dan milisi-milisi sekutunya telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis, kata Blinken dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (6/12/2023).
"Meluasnya konflik yang tidak perlu antara RSF dan SAF telah menyebabkan penderitaan manusia yang menyedihkan," kata Blinken.
Dia mendesak kedua belah pihak untuk "menghentikan konflik ini sekarang juga, mematuhi kewajiban mereka di bawah hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional, dan meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kekejaman yang terjadi."
RSF dituduh mendalangi pembantaian etnis di Darfur Barat, 20 tahun setelah wilayah itu menjadi lokasi kampanye genosida. Di ibu kota, Khartoum, penduduk menuduh paramiliter melakukan pemerkosaan, penjarahan, dan memenjarakan warga sipil.
Sementara itu, serangan udara dan artileri tentara di lingkungan perumahan di mana RSF memiliki benteng pertahanan dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional, menurut para ahli.
Penduduk, para ahli dan kelompok-kelompok bantuan mengatakan kepada Al Jazeera tentang meningkatnya kekhawatiran bahwa pertempuran besar berikutnya dalam perang saudara di Sudan dapat berubah menjadi perang etnis.
Meskipun kesimpulan AS muncul setelah proses hukum dan analisis yang panjang, keputusan tersebut tidak disertai dengan tindakan hukuman. Namun, AS telah menjatuhkan beberapa putaran sanksi sejak perang meletus pada pertengahan April lalu.
Perang di Sudan telah menewaskan lebih dari 10.000 orang dan membuat 6,5 juta lainnya mengungsi. Situasi itu terjadi karena ketidaksepakatan mengenai rencana transisi politik dan integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata, empat tahun setelah mantan penguasa Omar al-Bashir digulingkan dalam sebuah pemberontakan.
Tak terhitung berapa kali perundingan damai yang dimediasi oleh AS dan Arab Saudi gagal dalam beberapa bulan terakhir.