Pelajar Harus Miliki Pemahaman Moderasi Beragama

Moderasi beragama menguatkan masyarakat untuk cinta Tanah Air.

Antara/Umarul Faruq
Ilustrasi kegiatan pelajar di sekolah.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Tokoh pembaharuan Islam Profesor Kiai Haji (KH) Zainal Abidin mengemukakan bahwa pelajar di semua tingkatan jenjang pendidikan perlu memiliki pemahaman keagamaan yang moderat.

Baca Juga


"Pemikiran dan pemahaman keagamaan yang moderat menjadi alternatif utama yang perlu dibangun dan dikembangkan di kalangan generasi muda sebagai upaya pencegahan dini dari virus radikalisme," katanya pada dialog moderasi beragama di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), beberapa hari lalu.

Pada kegiatan yang dihadiri 300 siswa dari kalangan pondok pesantren, madrasah, dan SLTA itu, KH Zainal Abidin mengemukakan, satuan pendidikan perlu mengakomodasi pendidikan moderasi beragama untuk membentuk siswa yang moderat secara intelektual dan perilaku.

Apalagi, menurut guru besar Pemikiran Islam Modern Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama itu, radikalisme di Indonesia sudah banyak ditemukan di hampir semua lapisan masyarakat. 

Catatan BNPT dan BIN, kata dia, menyebutkan mereka yang berpandangan radikal tidak hanya memasuki perguruan tinggi negeri, tetapi juga instansi pemerintah, seperti kementerian dan lembaga hingga BUMN.

Karena itu, lanjut Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng itu, pendidikan moderasi beragama harus dikenalkan secara dini, sehingga menjadi solusi untuk mencegah tumbuhnya radikalisme.

"Di sini terlihat jelas kelompok penganut paham radikal sudah memiliki strategi untuk terus memperkuat eksistensi mereka di semua institusi negara," ujarnya.

Berdasarkan survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh BNPT tahun 2017-2018, skornya mencapai 42,58 dari rentang 0-100 atau kategori sedang.

Sementara data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sejak 2017 sampai dengan Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten.

Selanjutnya, hasil survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan BNPT tahun 2019, pengguna media sosial dalam mencari informasi mengenai agama, termasuk tinggi dengan skor 39,89.

Sementara berdasarkan sensus penduduk tahun 2020, generasi Z mencapai 27,94 persen dari total 270,2 juta jiwa penduduk Indonesia, sedangkan generasi millenial mencapai 25,87 persen.

"Artinya jika digabungkan maka seluruhnya 53,81 persen, lebih dari separuh jumlah penduduk. Jika mereka ini tidak segera dibentengi dari penyebaran ideologi radikalisme, maka hal itu bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa dan negara ini," kata Zainal Abidin.

Ia menambahkan pencegahan terhadap bahaya radikalisme harus dilakukan dari dua sisi yaitu internal dan eksternal.

Sisi internal, kata dia, yaitu penguatan imunitas moral-ideologis masyarakat sehingga memiliki daya tahan yang kuat terhadap paparan paham/pemikiran radikal. Salah satunya melalui penguatan nilai-nilai Islam wasathiyyah, wawasan kebangsaan, dan moderasi beragama.

Sementara, sisi eksternal, yaitu penguatan sistem pengamanan/perlindungan/pencegahan masuknya paham-paham radikalisme yang diimpor dari luar, salah satunya melalui media sosial.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler