Pembunuhan Empat Bocah Jagakarsa dan Kisah Titin Cium Bau Bangkai yang Dikira Tikus Mati
Panca terancam hukuman mati setelah membunuh empat anaknya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden pembunuhan empat anak di Jagakarsa menjadi berita paling tren selam sepekan. Tragedi menjadi salah satu kisah paling memilukan mengingat pembunuhan dilakukan oleh ayahnya sendiri, Panca.
Mengingat kembali awal mulanya terbongkar kasus ini, berawal dari tetangga yang rumahnya di sebelah rumah Panca, Titin (49 tahun).
Titin mengaku mencium bau busuk sejak Rabu pagi, tapi hanya bisa menyangka bau itu berasal dari tikus mati. "Pagi tadi saya cium kok ada bau kayak bangkai. Apa tikus jadi saya cari mungkin bangkai tikus. Tapi dicari nggak ketemu juga," jelas Titin.
Kebingungan dengan sumber bau busuk, Titin kemudian melihat kumpulan lalat yang menghinggapi ventilasi kontrakan Panca. Kondisi ini yang menjadi awal kecurigaannya, karena ventilasi kontrakan PD menghadap langsung ke bagian depan rumah Titin.
"Saya lihat kok ada lalat hijau yang nempel di situ (ventilasi). Apa sumbernya dari sana ya? (rumah kontrakan PD)," ujarnya.
Karena banyak keluhan warga terkait bau busuk dari rumah kontrakan Panca, Ketua RT Yakub kemudian berinisiatif untuk membuka kontrakan itu. Hal ini dilakukan karena tidak ada respons dari penghuni rumah saat warga mencoba memanggil-manggil Panca.
Rumah kontrakan Panca akhirnya dibuka paksa pada Rabu (6/12/2023) sore, sekitar pukul 15.00 WIB oleh Ketua RT. Saat pintu dibuka, ditemukan Panca Darmansyah tergelatak di kamar mandi dalam kondisi telanjang dengan beberapa luka karena mencoba bunuh diri.
Sementara empat anaknya, ditemukan tak bernyawa dengan kondisi berjejer terlentang di atas kasur dan tubuh yang telah membusuk.
Panca Darmansyah telah resmi ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan empat anaknya. Panca terancam hukuman mati.
Sementara istri Panca, DP masih dirawat di RSUD Pasar Minggu dengan pemantauan dokter spesialis kejiwaan karena KDRT dan mengetahui empat anaknya tewas dibunuh. Adapun jenazah empat anak masih di RS Polri Kramatjati dan belum dilihat keluarga menurut info terakhir.
Kepala UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P2A) Tri Palupi Diah Handayani mengatakan DP (27 tahun), ibu yang mengalami KDRT dan 4 anaknya tewas terbunuh masih mendapat penanganan dokter spesialis kejiwaan di RSUD Pasar Minggu. Pihaknya juga sengaja menjaga korban dan keluarganya dari sorotan agar traumanya tidak memburuk.
"Karena dia trauma yang amat berat, psikis terguncang kami mengatur jangan sampai dia mendapatkan pertanyaan-pertanyaan, yang akan buat dia malah sangat tertekan. Akhirnya kami memutuskan istilahnya ditenangkan keluarga dan ibu, memang sengaja kami tutup dulu untuk keluar," jelas Tri Palupi Diah Handayani kepada Republika.co.id, Sabtu (9/12/2023).
PPA juga disebutnya baru akan melakukan intervensi lebih lanjut untuk korban setelah penanganan dokter selesai. "Kami menunggu sampai tenang, kemudian hasil dari dokter kejiwaannya bagaimana baru pendampingan," katanya.