BPS Prediksi Jumlah Usaha E-Commerce Melonjak 4,46 Persen pada 2022
Lapangan usaha pada 2022 memiliki kategori perdagangan sebesar 37,82 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kemajuan teknologi telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan berusaha berbasis digital. Hal ini diperlihatkan dengan pertumbuhan jumlah usaha e-commerce pada 2022 diperkirakan meningkat sebesar 4,46 persen dibandingkan 2021.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, distribusi usaha e-commerce menurut lapangan usaha pada 2022 memiliki kategori perdagangan sebesar 37,82 persen, penyediaan akomodasi dan makanan minuman sebesar 20,39 persen, industri pengolahan sebesar 18,12 persen, dan lainnya sebesar 23,67 persen.
“Pertumbuhan jumlah usaha e-commerce pada 2022 diperkirakan meningkat sebesar 4,46 persen dibandingkan 2021,” ujarnya saat acara Sosialisasi Survei Biaya Hidup 2022, Selasa (12/12/2023).
Menurutnya Survei Biaya Hidup 2022 juga berusaha menangkap perubahan ekosistem transaksi ekonomi. Pada Survei Biaya Hidup 2022, komposisi asal barang yang dikonsumsi memperhitungkan bobot jenis pasar antara lain pasar tradisional, modern, dan online.
Kemudian bobot jenis pasar digunakan saat penghitungan relatif harga pada level konsumsi. Setiap komoditas suatu kabupaten/kota mempunyai bobot jenis pasar yang unit sehingga bisa sama ataupun berbeda antarkabupaten/kota.
Adapun cakupan pencacahan pasar online mencakup enam kota, antara lain, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Surabaya. Sementara cakupan komoditas antara lain komoditas baju Muslim wanita, sepatu pria, sepatu olahraga pria, sepatu wanita, telepon seluler, dan parfum.
BPS akan melakukan sosialisasi hasil Survei Biaya Hidup 2022, yakni survei pengeluaran konsumsi rumah tangga di daerah perkotaan dan pedesaan. Adapun tujuannya untuk mendapatkan pola konsumsi masyarakat sebagai bahan penyusunan diagram timbang dan paket komoditas yang baru dalam penghitungan indeks harga konsumen.
Indeks harga konsumen merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Sebelumnya, dalam menghitung indeks harga konsumen, BPS menggunakan tahun dasar 2018.
Nantinya Survei Biaya Hidup 2022, ada pemutakhiran tahun dasar yang menjaga relevansi keadaan masyarakat saat ini. Apalagi dengan menimbang adanya perubahan yang terjadi pada masyarakat, seperti perkembangan teknologi informasi, perubahan pendapatan masyarakat, ada juga perubahan kualitas dan kuantitas barang/jasa, serta perubahan skip dan perilaku masyarakat dapat mengubah pola konsumsi.
“Sehingga untuk mendapatkan angka inflasi yang lebih tepat, BPS melakukan pemutakhiran tahun dasar ini untuk menghasilkan paket komoditas dan diagram timbang terbaru,” katanya.