'Buang' Rp 16 Triliun Lebih, Amerika Gagal Lenyapkan Houthi Yaman

Houthi Yaman akan terus serang Israel untuk dukung perjuangan Palestina.

AP Photo/Osamah Abdulrahman
Pendukung Houthi.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Datang ke perairan Yaman, Amerika tampak super gagah. Bukan hanya dengan satu, tapi dua kapal induk yang membawa puluhan pesawat tempur super canggih. Semuanya membawa bom yang mampu menghancurkan banyak kawasan.

Baca Juga


Misi utama Amerika dengan USS Harry S Truman dan USS Carl Vinson, adalah memusnahkan Houthi. Mereka dianggap sebagai penghalang kapal penggenjot ekonomi Israel, mitra utama Amerika. Namun apa yang terjadi? setelah berkali kali Yaman dihujani bom, kelompok antipenjajah Israel itu tetap saja berhasil membom kapal terafiliasi Israel di Laut Merah, bahkan membolongkan kawasan dekat bandara Internasional Ben Gurion Israel. Hal itu mengakibatkan Israel merugi karena banyak maskapai internasional menghentikan penerbangan ke negara zionis.

Menghabiskan amunisi mahal

Pemerintahan Donald Trump mengumumkan gencatan senjata di Yaman minggu lalu karena menghabiskan amunisi mahal sementara gagal membangun superioritas udara atas Houthi, menurut New York Times.

Mengutip pejabat Washington, sebuah laporan pada hari Senin menyatakan bahwa kelompok Yaman menembak jatuh sejumlah pesawat tak berawak MQ Reaper Amerika dan menembaki kapal-kapal angkatan laut di Laut Merah hingga saat gencatan senjata disepakati.

Trump mengumumkan minggu lalu bahwa sebagai imbalan atas penghentian serangan udara AS terhadap Yaman, Houthi telah setuju untuk berhenti menyerang kapal - meskipun serangan terhadap kapal dan wilayah Israel akan terus berlanjut.

Kelompok Houthi telah menargetkan apa yang mereka katakan sebagai kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah sejak November 2023, sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina yang berada di bawah agresi Israel di Gaza.

 

Seorang perwira angkatan laut berjalan di dek di kapal induk USS Harry S. Truman, dekat Split, Kroasia, Senin, 14 Februari 2022. Kapal induk USS Harry S. Truman berlabuh di lepas pantai Split, setelah mengambil bagian dalam 12 -hari latihan angkatan laut NATO di Mediterania yang berakhir pada 4 Februari. - (AP/Darko Bandic)
 
 

Pada pertengahan Maret, presiden AS meluncurkan Operasi Rough Rider, sebuah kampanye pengeboman di Yaman yang diharapkannya akan memaksa Houthi untuk menyerah.

Tetapi apa yang muncul setelah satu bulan operasi adalah bahwa Houthi telah menembak jatuh beberapa pesawat tak berawak MQ-Reaper Amerika dan terus menembaki kapal-kapal di Laut Merah - termasuk kapal induk Amerika.

Houthi telah menembak jatuh tujuh pesawat nirawak MQ Reaper dalam beberapa minggu terakhir. Ia juga mengatakan bahwa dua jet tempur telah ditembak jatuh oleh kelompok Yaman tersebut.

 

Menurut New York Times, dua jet tempur F/A-18 Super Hornet senilai 67 juta dolar AS (lebih dari Rp 1 triliun) itu sebenarnya jatuh secara tidak sengaja dari kapal induk AS ke laut. Dua pilot dan seorang awak dek penerbangan terluka dalam insiden itu.

 


Pesawat tempur F-35 Amerika. - (EPA-EFE/SONG KYUNG-SEOK )

 

 

 

Laporan itu menyatakan bahwa pertahanan udara Houthi hampir menyerang jet tempur F-16 dan F-35 Amerika, yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban di pihak AS.

 

Ditambahkannya, sebulan setelah ofensif dimulai, Washington telah menghabiskan senjata senilai 1 miliar dolar Amerika.

Jet tempur F-35C Lightning II terlihat mengawal Ilyushin Il-38N milik Rusia dengan latar belakang Kapal Induk USS Carl Vinson. - (Tangkapan Layar)
 

Serangan itu awalnya direncanakan berlangsung hingga sepuluh bulan, dan juga ditujukan untuk menargetkan para pemimpin Houthi, dalam strategi yang mirip dengan perang Israel melawan Hizbullah di Lebanon, Times melaporkan.

Militer AS melancarkan lebih dari 1.100 serangan, yang dikatakan menewaskan ratusan pejuang Houthi.


 

Namun, warga Yaman mengatakan kepada Middle East Eye awal bulan ini bahwa serangan Amerika tidak presisi.

 

 

Banyak serangan menargetkan wilayah tanpa kehadiran Houthi, dan menewaskan sejumlah besar warga sipil. Satu serangan terhadap pusat penahanan migran di Saada, barat laut negara itu, menewaskan 68 migran Afrika dan melukai puluhan lainnya.

 

Gencatan senjata terjadi setelah pembicaraan antara Steve Witkoff, utusan Washington untuk Timur Tengah, dan pejabat Oman, Times melaporkan.

Komando Pusat AS kemudian dikirimi perintah pada tanggal 5 Mei untuk “menghentikan sementara” operasi ofensif.

Para pejabat mengatakan bahwa Trump siap untuk meninggalkan kampanye dan ada kekhawatiran bahwa pertempuran yang berlarut-larut dapat menguras sumber daya dari kawasan Asia-Pasifik.

Serangan itu menggunakan begitu banyak amunisi presisi sehingga muncul kekhawatiran hal itu mungkin memiliki implikasi jika AS perlu menangkis upaya invasi China di Taiwan.

 

Kesalahan Trump yang tak boleh terulang

Komandan lapangan Houthi di garis depan al-Jawf di Yaman utara, yang hanya menyebut dirinya sebagai Ali, mengatakan: “Ketika Trump memulai kampanye udara, dia mengatakan akan memusnahkan kami.”

Namun setelah lebih dari sebulan, ia mengatakan bahwa Trump telah “belajar dari kesalahannya”.

 

 

“Berperang melawan Yaman bukanlah petualangan yang mudah,” katanya. “Kekalahan seperti itu tidak pernah dibayangkan oleh Washington.”

 

Trump sendiri tampaknya mengakui dan memuji perlawanan yang dilakukan oleh Houthi.

Presiden AS Donald Trump. - (EPA)

 

"Kami menyerang mereka dengan sangat keras dan mereka memiliki kemampuan hebat untuk menahan hukuman," kata presiden kepada wartawan minggu lalu. "Bisa dikatakan ada banyak keberanian di sana."

Houthi sejak itu terus menyerang Israel, dengan rudal balistik - yang dicegat oleh pertahanan udara Israel - memicu sirene serangan udara di Tel Aviv pada hari Jumat.

 

 

“Serangan kami terhadap Israel akan terus berlanjut apa pun yang terjadi, dan Gaza akan tetap menjadi masalah penting bagi Yaman,” kata komandan lapangan tersebut.

 

Kampanye Laut Merah selama satu setengah tahun, yang melibatkan lebih dari 250 serangan terhadap kapal militer dan komersial, mengakibatkan gangguan terbesar pada perdagangan global sejak pandemi Covid-19.

Karena takut akan pemboman, kapal-kapal yang berlayar dari Eropa ke Asia menghindari rute tradisional Terusan Suez yang menuju Laut Merah dan Teluk Aden.

Sebaliknya, mereka memilih rute yang lebih panjang dan lebih mahal di sekitar Tanjung Harapan di ujung selatan Afrika. Akibatnya, lalu lintas laut di Teluk Aden turun 70 persen dalam dua tahun. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler