Meski Pisah Hotel, Jamaah Haji Indonesia Tetap Pulang Bersama Kloter Asal
Pengaturan ini penting untuk data imigrasi, manifest, dan kenyamanan jamaah.
Laporan Jurnalis Republika Teguh Firmansyah dari Makkah, Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Muchlis Hanafi memastikan kepulangan seluruh jamaah haji Indonesia akan tetap menggunakan format kloter sebagaimana saat kedatangan.
Jamaah haji yang berbeda penginapan di Makkah akan dikumpulkan kembali.
Skema kepulangan berbasis kloter ini penting untuk menjaga integrasi data imigrasi dan manifest. Kemudian tiket pulang juga sudah disediakan.
"Ini juga penting untuk memastikan kelancaran proses saat check-in, saat penerbangan, dan seterusnya," ujarnya saat memberikan keterangan pers di Makkah, Senin (12/5/2025).
Selain itu, ia berharap dengan pengembalian kloter ini akan memberikan kenyamanan kepada jamaah, Terutama mereka yang sejak awal itu berangkat dalam satu rombongan.
"Jadi kalau pulang bareng itu kan secara psikologis mereka bisa lebih nyaman lagi bawa oleh-olehnya pulang bersama-sama, gitu ya. Mudah-mudahan kembali ceria dengan senyumannya," ujarnya.
Berbeda dengan 2024, dalam musim haji 2025, pelayanan haji Indonesia dilayani oleh delapan syarikah. Kehadiran delapan syarikah itu bertujuan memaksimalkan pelayanan haji sehingga jamaah bisa mendapatkan pelayanan secara maksimal saat di Tanah Suci.
Hanya saja, kehadiran delapan syarikah ini memicu polemik terkait dengan koordinasi dan komunikasi yang belum lancar. Di antara persoalan itu, di antaranya seperti pembagian penginapan berdasarkan syarikah. Artinya, mereka yang berada di satu kloter ketika tiba di Madinah, maka bisa berbeda penginapan saat berada di Makkah.
"Idealnya memang satu kloter itu ditangani oleh satu syarikah penyedia layanan," ujar Muchlis, Senin (12/5/2025).
Hanya saja, kata ia, karena ada sejumlah dinamika teknis menjelang keberangkatan seperti keterlambatan visa, perubahan manifest keberangkatan, serta sinkronisasi data penerbangan, maka ada beberapa kloter dengan jamaah yang berasal lebih dari satu syarikah.
"Ini tidak bisa dihindari," ujarnya.
Menurut Muchlis, saat jamaah gelombang pertama tiba di Madinah sejak 2 Mei, penempatan hotel dilakukan berdasarkan susunan kloter yang berisi campuran jamaah dari beberapa syarikah.
"Jadi sesuai dengan kedatangan mereka dari Indonesia, itu di Madinah. Jadi pendekatannya kalau di Madinah itu bukan pengelompokan berdasarkan syarikah," ujarnya.