'Baru Kali Ini Ada Pimpinan KPK Jadi Saksi Meringankan Tersangka Korupsi'
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata hari ini menjadi saksi praperadilan Firli Bahuri.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Flori Sidebang
Duo eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritisi aksi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang datang menjadi saksi meringankan dalam praperadilan tersangka Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri. Alexander dihadirkan menjadi saksi meringankan oleh tim pengacara Firli yang tak terima atas penetapannya sebagai tersangka korupsi oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Eks penyidik sekaligus mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengatakan, kehadiran Alexander menjadi saksi meringankan ajuan Firli yang menjadi tersangka kasus korupsi, menambah catatan negatif bagi KPK. Karena menurutnya, sebagai salah-satu pemimpin di KPK, Alexander semestinya punya moral yang tinggi untuk menolak pengajuan dirinya sebagai saksi meringankan. Sekalipun, dalam sidang praperadilan yang menyangkut keabsahan penetapan status tersangka.
“Ini baru pertama kali kita melihat, ada pimpinan KPK yang menjadi saksi meringankan bagi tersangka korupsi. Menurut saya, ini benar-benar sangat tidak elok. Dan sangat aneh dilakukan oleh seorang pemimpin di KPK,” kata Yudi di PN Jaksel, Kamis (14/12/2023).
Yudi turut datang ke PN Jaksel, Kamis (14/12/2023) untuk melihat langsung proses praperadilan yang diajukan Firli untuk melawan Polda Metro Jaya yang menetapkan Firli sebagai tersangka korupsi, berupa pemerasan dan penerimaan gratifkasi. Pada sidang lanjutan, Kamis (14/12/2023), forum praperadilan mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti administratif proses penetapan tersangka Firli oleh kepolisian.
Alexander Marwata diajukan oleh pihak Firli sebagai saksi yang meringankan. Menurut Yudi, Alexander semestinya memahami konsekuensi perannya sebagai saksi yang meringankan atas tersangka korupsi dalam sidang praperadilan.
Menurut Yudi, jika praperadilan mengabulkan permohonan Firli, status tersangka atas kasus korupsi yang ditangani oleh kepolisian terancam gugur. Hal tersebut, menurut Yudi, tak konsisten dengan KPK yang menjadi lembaga utama, dalam membantu kepolisian turut andil melakukan pemberantasan korupsi.
“Jadi ini (menjadi saksi meringankan) sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pimpinan KPK,” kata Yudi.
Eks penyidik KPK Novel Baswedan, pun mengaku tak habis pikir dengan kehadiran Alexander Marwata di sidang praperadilan Firli Bahuri. “Saya pribadi juga sangat heran ya melihat Alexander Marwata ini, yang hadir sebagai saksi (praperadilan) untuk Firli Bahuri yang status hukumnya adalah sebagai tersangka korupsi. Saya sangat heran ini,” kata Novel.
Novel mengungkapkan, selama dirinya berdinas di KPK, memang melihat adanya keakraban antara Alexander dengan Firli. Namun kedekatan, dan keakraban tersebut, semestinya berjarak secara profesional jika sudah menyangkut soal integritas.
Saat ini, kata Novel, Alexander masih menjabat sebagai salah-satu pemimpin, dan komisioner aktif di KPK. Sedangkan Firli, meskipun dalam status pemberhentian sementara sebagai ketua KPK, namun kedudukan hukumnya sekarang ini adalah sebagai tersangka korupsi, dan pemerasan di kepolisian.
Novel pun mempertanyakan sikap Alexander yang bersedia hadir menjadi saksi meringankan untuk Firli selaku tersangka, apakah dalam misi pribadi, atau penugasan resmi. “Apakah kehadiran Alexander Marwata ini dalam konteks dia sebagai pribadi untuk kepentingan Firli Bahuri sebagai pemohon praperadilan. Atau konteksnya ini sebagai penugasan oleh KPK?,” tanya Novel.
Namun apa pun pilihannya, menurut Novel, kehadiran Alexander menjadi saksi meringankan untuk Firli selaku tersangka korupsi bertentangan dengan batas moralitas seorang pemimpin di lembaga anti-korupsi.
Kehadiran sebagai saksi meringankan untuk praperadilan Firli di PN Jaksel, tim penyidik Polda Metro Jaya, pun terpaksa menunda permintaan keterangan terhadap Alexander di Bareskrim Polri. Penyidik kepolisian, pada Kamis (14/12/2023) menjadwalkan permintaan keterangan dari Alexander terkait dengan proses penyidikan lanjutan atas kasus korupsi dan pemerasan yang menjerat Firli sebagai tersangka.
Alexander Marwata pada hari sebenarnya juga dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan pemerasan dengan tersangka Firli Bahuri. Namun, ia meminta waktu penundaan permintaan keterangan darinya oleh pihak kepolisian dan lebih memilih menjadi saksi di sidang praperadilan Firli.
Alexander mengatakan, permintaan keterangan oleh kepolisian itu atas permintaan Firli sebagai tersangka. Menurut dia, karena sifat permintaan keterangan tersebut adalah permintaan dari tersangka, dirinya memiliki hak untuk menentukan waktu. Dan menurut dia, jadwal permintaan keterangan di kepolisian tersebut, berbarengan dengan permintaan serupa di sidang praperadilan.
“Karena saya dipanggil di Bareskrim (penyidik kepolisian) kan atas permintaan dari Pak Firli (sebagai tersangka) untuk memberikan keterangan, jadi waktunya terserah saya,” kata Alexander di PN Jaksel, Kamis (14/12/2023).
Dia mengatakan, permintaan keterangan darinya, memang untuk saksi meringankan bagi Firli. “Nanti setelah ini, saya akan kordinasikan kembali, apakah saya bisa hari ini. Kalau saya nggak capek, nanti sore juga bisa (datang ke kepolisian),” kata Alexander.
Namun dikatakan dia, jika jadwal kerja di KPK tak memungkinkan, dirinya pun akan meminta penyidik kepolisian untuk meminta keterangan di kemudian hari. “Nanti saya kordinasikan dengan di Bareskrim (penyidik kepolisian), apakah bisa untuk diperiksa di kantor, atau saya ke Bareskrim. Saya menawarkan seperti itu,” kata Alexander.
Polda Metro Jaya pekan lalu menetapkan Firli sebagai tersangka korupsi, berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji. Firli dijerat dengan sangkaan Pasal Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999, juncto Pasal 65 KUH Pidana. Kasus tersebut terkait dengan pengusutan tiga pelaporan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang berujung pada penetapan Mentan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka di KPK.
Atas penetapan statusnya sebagai tersangka di kepolisian, Firli melawan dengan mengajukan praperadilan. Pada Senin (11/12/2023), tim pengacara Firli menyampaikan 10 permohonan kepada hakim praperadilan.
Permohonan yang utama meminta hakim praperadilan agar memutuskan status tersangka terhadap Firli tak sah. Dan meminta hakim agar menyatakan pelaporan kasus yang menyeret Firli sebagai tersangka tidak sah.
Serta meminta hakim agar memerintahkan Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan kasus tersebut. Juga meminta hakim praperadilan memerintahkan Polda Metro Jaya tak lagi menerbitkan surat perintah penyidikan yang menjadikan Firli sebagai objek perkara.
Dengan alasan sedang fokus menempuh proses praperadilan, Firli pun meminta jadwal pemeriksaan terhadap dirinya oleh Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) ditunda. Penundaan ini dilakukan setelah menerima konfirmasi dari Firli melalui pesan singkat WhatsApp.
Diketahui, Dewas KPK sedianya menggelar sidang etik Firli pada hari ini, Kamis (14/12/2023). Sidang yang digelar secara tertutup itu harus dihadiri oleh terlapor, dalam hal ini Firli.
“Seharusnya Dewan Pengawas hari ini mulai menyidangkan kasus pengaduan terperiksa Firli Bahuri. Namun demikian, ada WA (WhatsApp) dari yang bersangkutan minta sidangnya ditunda,” kata Anggota Dewas KPK, Albertina Ho kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Albertina mengungkapkan, alasan Firli meminta penundaan karena sedang fokus dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan. Sehingga, Dewas KPK akhirnya mengambil keputusan sidang etik bakal dilaksanakan pada Rabu (20/12/2023).
Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan untuk menggelar sidang etik terhadap Firli Bahuri karena diduga melanggar tiga aturan kode etik. Salah satunya, yakni terkait pertemuan Firli dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
"Beberapa dugaan pelanggaran etik yang akan kami lanjutkan ke persidangan etik, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan pertemuan antara Pak FB dengan eks Menteri Pertanian SYL. Ada beberapa pertemuan dan beberapa komunikasi-komunikasi," Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023).
Pelanggaran kedua, yaitu dugaan adanya harta kekayaan Firli yang tidak dia laporkan secara benar dalam LHKPN. Termasuk utang miliknya. Pelanggar ketiga, berhubungan dengan penyewaan rumah di Jalan Kertanegara nomor 46, Jakarta Selatan. Rumah ini sempat digeledah oleh Polda Metro Jaya terkait penyidikan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Firli terhadap SYL.