Aksi Bersama Kembangkan Industri Hijau
Pengembangan industri hijau berjalan seiring dengan transisi energi nasional.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia gelar Forum Diskusi Post COP 28 pada 15 Desember 2023 di Menara Kadin Indonesia. Setelah KTT Perubahan Iklim COP 28 dilaksanakan di 30 November 2023 - 12 Desember 2023, Kadin Indonesia melakukan lanjutan dari komitmen yang telah disepakati. COP 28 merupakan konferensi tingkat tinggi yang menghasilkan perjanjian-perjanjian dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.
Sedikitnya ada empat Pilar Agenda Aksi Presidensi dalam COP 28 di antaranya yaitu mempercepat transisi energi, memperbaiki pendanaan iklim, berfokus pada manusia, kehidupan, dan mata pencaharian, serta mendukung seluruh kegiatan dengan inklusivitas sepenuhnya. Sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk COP 28, Kadin Indonesia turut menjadi bagian dari upaya promosi dan menyambut baik adanya komitmen pembiayaan dengan nilai total sekitar Rp1,3 kuadriliun.
Ketua Kadin Energy Transition Task Force , Anthony Utomo mengatakan, kalangan usaha harus melihat peluang untuk pengembangan industri hijau yang berjalan seiring dengan transisi energi nasional. “Sejalan dengan Kadin Energy Transition Task Force atau Kadin Transisi, kami melihat agregasi demand energi bersih ini dapat membantu iklim investasi dan tentunya bisa memberi kepastian dari sisi penyerapan pasokan listrik. Bilamana kita bisa mengambil peluang ini maka Indonesia bisa mengambil posisi strategis dalam peta kompetisi industri hijau global,” kata dia dalam siaran pers, Sabtu (16/12/2023).
Tidak hanya labelisasi kalori atau kandungan gula lagi tetapi carbon rated final product atau tabel kadar emisi yang digunakan untuk membuat sebuah produk akan menjadi tren dalam selera para pembeli global di masa mendatang. “Di dalam salah satu program yang diinisasi Kadin Transisi yakni GIDI atau Green Industrial Development Initiative, kita akan dorong demand creation dan linkage program suplai dan demand investor dalam dan luar negeri di industri hijau seperti green steel, green aluminium, green data center sehingga ada ceruk pasar yang bisa menjadi penopang ekonomi baru di Indonesia pasar masa mendatang seiring dengan clean energy pathway atau RUPTL hijau kita” tambah Anthony.
Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta W. Kamdani meyakini, jika pembiayaan yang ada bisa membawa imbas yang cukup besar dalam akselerasi penanganan perubahan iklim. “Tentunya ini bisa menjadi peluang bagi sektor usaha melalui peningkatan investasi hijau. Program pembiayaan climate finance di antaranya untuk mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim hingga sektor pengembangan energi terbarukan, serta pendanaan khusus untuk membantu negara berkembang dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, serta meningkatkan ketahanan menghadapi perubahan iklim,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, turut menyampaikan bahwa Indonesia siap untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mencapai target Net Zero Emission 2060, terutama lewat pendanaan iklim yang tidak membebani kepentingan negara berkembang.
“Pemerintah selalu terbuka untuk membangun dialog dan kolaborasi dengan para pemangku kebijakan antara negara maju dan negara berkembang. Salah satu kunci dari keberhasilan target emisi Indonesia adalah tersedianya pendanaan iklim yang berpijak di atas azas keadilan, serta mendukung keperluan Indonesia untuk terus tumbuh tangguh,” ujar Rachmat.
Lebih lanjut, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2023 mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang memerlukan setidaknya US$6 triliun investasi energi terbarukan pada tahun 2030 untuk memenuhi kurang dari separuh NDC.
Negara dan industri memiliki peran kunci untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan. Maka dari itu perlu kerja-kerja kolaborasi, demi menciptakan warisan lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
COP 28 di Dubai dihadiri lebih dari 70.000 peserta dari seluruh dunia, termasuk kepala negara, pejabat pemerintah, pemimpin industri internasional, perwakilan sektor swasta, akademisi, pakar, pemuda, dan masyarakat sipil.