Allah Ampuni Bani Israil Jadikan Lembu Sesembahan, Bersyukurkah Mereka?
Allah SWT kemudian mengecap Bani Israil sebagai orang-orang yang zalim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Al Baqarah ayat 51-52 menunjukkan betapa luasnya nikmat pengampunan Allah SWT yang diberikan kepada bani Israil. Namun, apa daya, mereka tetap bersikap zalim lewat perbuatannya.
Allah SWT berfirman:
وَاِذْ وٰعَدْنَا مُوْسٰىٓ اَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْۢ بَعْدِهٖ وَاَنْتُمْ ظٰلِمُوْنَ ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
"Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim. Kemudian Kami memaafkan kamu setelah itu, agar kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah ayat 51-52)
Prof. Quraish Shihab menjelaskan dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Mishbah, ayat tersebut merupakan lanjutan uraian nikmat-nikmat Allah kepada Bani Israil. Nikmat tersebut ialah nikmat pengampunan.
Prof. Quraish menjelaskan, Nabi Musa AS adalah putra Imran serta seorang nabi dan rasul yang diutus kepada Bani Israil. Nabi Musa lahir di Mesir dalam keadaan yatim sekitar 1.500 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa AS.
Ayat "Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya" menunjukkan betapa tinggi peringkat dosa ini dibandingkan dosa-dosa yang lain. Dalam redaksi ayat ini, tidak disebutkan untuk dijadikan apa lembu itu.
Dari konteksnya dan konteks ayat-ayat lain...
"Dari konteksnya dan konteks ayat-ayat lain, dipahami bahwa mereka (Bani Israil) menjadikannya (lembu) sebagai sesembahan. Agaknya, objek itu sengaja tidak disebutkan karena buruk dan tidak logisnya perbuatan tersebut sehingga ia tidak wajar diabadikan," kata Prof. Quraish.
Allah SWT kemudian mengecap Bani Israil sebagai orang-orang yang zalim, karena memang, dalam pandangan Quraish, mereka sungguh zalim dan aniaya. Bagaimana tidak zalim dan aniaya, Nabi Musa AS telah mengajarkan tauhid kepada mereka. Nabi Harun pun terus-menerus mengingatkan Bani Israil selama kepergian Nabi Musa.
"Tidak sedikit pun alasan atau dalih yang dapat membenarkan tindakan mereka. Walau demikian, Allah tidak menyiksa, bahkan memaafkan mereka setelah melakukan puncak dosa itu, dengan tujuan agar mereka mau bersyukur," kata Prof. Quraish.
Kemudian, ayat "Kemudian Kami memaafkan kamu setelah itu, agar kamu bersyukur", sebagaimana penjelasan Quraish, adalah untuk menunjukkan betapa nilai pengampunan itu sedemikian tinggi dan besar. Kala itu, Bani Israil masih diberi kesempatan agar munculnya kebaikan dari mereka.