Wasekjen MUI Dorong Boikot Produk Pro-Israel Tetap Dijaga
Konsumen sudah beralih ke merek yang sepenuhnya buatan industri milik Indonesia .
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Boikot produk terafiliasi atau pro-Israel di Indonesia mulai terasa dampaknya. Sejumlah pengusaha sampai mengadukan kekhawatiran mereka kepada ulama dan pemerintah. Keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina tak pelak membuat para pengusaha keluar keringat dingin.
Di luar negeri, sejumlah gerai milik perusahaan multinasional yang dianggap pro-Israel sudah menuai imbasnya. Gerai kopi Starbucks dan toko ritel H&M di Maroko dinyatakan bangkrut dan bakal tutup pada akhir 2023. Restoran waralaba siap saji McDonald’s di hampir seluruh negara Timur Tengah mendadak sepi pengunjung.
Saham induk perusahaan pro-Israel di bursa saham WallStreet, Amerika Serikat (AS) juga goyang. Bagaimana dengan di Indonesia? "Nyala api boikot terhadap produk-produk perusahaan yang terkait dengan negara zionis Israel harus tetap dijaga," kata Wasekjen MUI, Ikhsan Abdullah saat dikonfirmasi di Jakarta dikutip Rabu (20/12/2023).
"Pada saat bersamaan, kita juga harus bisa memanfaatkan momentum ini untuk mendorong produk-produk seratus persen milik perusahaan Indonesia agar bangkit dan berjaya," ucap Ikhsan yang menjabat Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch.
Menurut Ikhsan, saat ini sudah bisa dilihat sejauhmana Fatwa MUI ditaati oleh masyarakat. "Dengan adanya boikot, pertama kita mendapatkan input bahwa masyarakat menaati fatwa MUI. Kita bisa melihat, mereka meninggalkan produk-produk global yang dicurigai mendukung Israel dan beralih ke produk-produk yang dibuat oleh perusahaan Indonesia sepenuhnya," ujarnya.
"Kalau mereka meninggalkan produk merek tertentu, sekarang mereka (konsumen) sudah beralih ke merek yang sepenuhnya buatan industri milik Indonesia yang setara kualitasnya," kata Ikhsan.
Dia menjelaskan, perusahaan asli Indonesia tentu bisa memanfaatkan momentum ini dengan bertindak sigap mengantisipasi pergeseran pilihan konsumen. Sejauh ini bisa dilihat, kata dia, bahwa masyarakat yang sudah beralih ke produk buatan perusahaan Indonesia sepenuhnya ternyata bisa beradaptasi.
"Buktinya bagi mereka yang sudah pindah ke produk lain, misalnya produk air minum dan makanan, sejak boikot berlaku, semuanya berjalan baik-baik saja," ujar Ikhsan.
Meski demikian, Ikhsan menegaskan, Fatwa MUI sikapnya hanya menganjurkan, karena MUI tidak akan mungkin memunculkan daftar nama produk terkait Israel yang perlu dijauhi masyarakat Indonesia.
"Setidaknya kita harus punya informasi, bahwa manfaat samping yang didapat dari boikot ternyata ada kenaikan produk-produk perusahaan nasional. Misalnya kosmetik, makanan dan minuman, yang digunakan sehari-hari. Kan bisa dilihat, produk nasional apa saja yang meningkat sebagai dampak boikot," kata Ikhsan.