Derita Anak-Anak Gaza karena Kelaparan

Kelaparan menjadi masalah besar di Gaza.

AP Photo/Hussein Malla
Seorang siswa sekolah dasar Palestina menggendong jenazah anak-anak Palestina tiruan, saat ia menghadiri aksi duduk bersama siswa lainnya di luar kantor Delegasi Uni Eropa untuk Lebanon, untuk menunjukkan solidaritas mereka terhadap rakyat Palestina di Gaza, di Beirut, Lebanon, Kamis, (14/12/2023).
Rep: Lintar Satria Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Anak-anak yang mengungsi ke Gaza selatan sangat menginginkan ayam, tetapi pada ibu hanya dapat  memberi makan keluarga mereka sekaleng kacang polong yang disumbangkan seorang pria yang merasa iba saat melihatnya menangis.

Baca Juga


Kehilangan tempat tinggal akibat serangan militer Israel terhadap Hamas, seperti sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza, Tahany Nasr berada di  tenda pengungsian di Rafah. Ia hanya memikirkan satu hal, yaitu bagaimana caranya agar bisa mendapatkan makanan dan air yang cukup untuk bertahan hidup satu hari lagi.

Ia mengatakan anak-anaknya kehilangan berat badan dan mulai mengalami pusing karena mereka tidak cukup makan.

"Saya sudah mengemis untuk memberi makan anak-anak saya dan tidak mendapatkan apa-apa. Saya pergi ke Departemen Sosial, mereka mengatakan pergi ke masjid. Saya pergi ke masjid, mereka mengatakan pergi ke Kementerian Sosial," katanya, Rabu (20/12/2023).

Ia merujuk pada kementerian kesejahteraan Gaza yang biasanya mengatur distribusi bahan makanan pokok seperti tepung kepada orang-orang yang mengalami kesulitan.

Kelaparan menjadi masalah yang paling mendesak dari sekian banyak masalah yang dihadapi ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi di Gaza. Truk-truk bantuan hanya mampu membawa sebagian kecil dari apa yang dibutuhkan, dan distribusinya tidak merata karena kekacauan perang.

Beberapa truk dihentikan dan dijarah  orang-orang yang putus asa untuk mendapatkan makanan.  Sementara sebagian besar wilayah yang hancur tidak dapat dijangkau karena akses jalan menjadi medan pertempuran aktif.

Di Rafah yang merupakan tempat penyeberangan menuju Mesir yang dilalui  truk-truk bantuan dan merupakan wilayah di mana tentara Israel telah meminta warga sipil untuk mengungsi, kelangkaan makanan dan air bersih sangat parah sehingga menyebabkan orang-orang kehilangan berat badan dan jatuh sakit.

"Kami mulai melihat orang-orang yang datang dengan kondisi kurus kering," kata Samia Abu Salah, seorang dokter layanan primer di Rafah.

Ia mengatakan bahwa penurunan berat badan dan anemia merupakan hal yang umum terjadi dan orang-orang menjadi sangat lemah dan dehidrasi sehingga mereka lebih rentan terhadap infeksi dada dan kondisi kulit. Bayi dan anak-anak sangat berisiko, dan pertumbuhan mereka akan terpengaruh.

"Anak-anak saya baru saja mengatakan kepada saya hari ini  mereka ingin makan ayam. Di mana saya bisa menemukan ayam untuk mereka? Dimana? Apakah saya tahu? Semoga Allah menyelamatkan kami," kata Nasr, sambil menangis.

"Sudah dua hari kami tidak mendapatkan makanan. Bagaimana saya membodohi anak-anak saya? Dengan beberapa pasta? Beberapa rebusan miju-miju? Jika saya bisa menemukannya!" katanya,

Ia menambahkan  terkadang ia terpaksa membuat makanan hanya dengan bawang. Nasr masuk ke dalam tenda untuk mengambil sekaleng kacang polong yang menurutnya diberikan oleh seorang pria yang baik hati kepadanya, meskipun ia membelinya sendiri.

"Ini dia. Hanya kaleng ini yang kami punya untuk satu hari penuh," katanya sambil mengangkat kaleng tersebut, suaranya meninggi karena marah. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler