Sekjen PBB: Serangan Israel Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
PBB garisbawahi resolusi genjatan senjata di Gaza
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan operasi militer Israel menciptakan "rintangan besar" dalam mendistribusikan bantuan ke Gaza.
Hal ini disampaikan setelah Dewan Keamanan PBB menyerukan peningkatan bantuan kemanusiaan ke pemukiman Palestina tersebut.
Dewan Keamanan PBB akhirnya meloloskan resolusi yang mendesak langkah untuk mengizinkan "akses kemanusian yang aman, tanpa halangan dan luas" ke Gaza dan "kondisi untuk penghentian pertempuran berkelanjutan."
Israel melancarkan serangan udara dan tembakan artileri di seluruh Gaza. Eskalasi pada Jumat (21/12/2023) terjadi saat negosiasi di Mesir untuk menyepakati gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas.
Militer Israel memerintahkan warga Al-Bureij di Gaza tengah segera pindah ke selatan. Perintah ini memberi sinyal Israel membuka fokus baru dalam serangan daratnya yang telah menghancurkan wilayah utara Gaza dan memaksa ribuan orang melakukan evakuasi.
Beberapa residen mengemas barang-barang mereka dengan keledai dan pergi. Tapi belum ada tanda-tanda warga Al-Bureij bergabung dengan ratusan ribu orang lainnya untuk meninggalkan daerah tersebut.
"Kemana kami harus pergi? Tidak ada tempat aman, mereka meminta warga untuk pindah ke (Kota) Deir Al-Balah di tengah Gaza, di mana mereka melakukan pengeboman siang dan malam," kata salah petugas medis dan ayah enam anak, Ziad dalam sambungan telepon, Sabtu (23/12/2023).
Petugas medis dan media Hamas TV melaporkan serangan udara Israel yang menghancurkan sebuah rumah di kamp pengungsi Nusseirat menewaskan tiga orang termasuk jurnalis stasiun televisi Hamas, Aqsa dan tiga orang kerabatnya.
Kematian jurnalis itu menambah wartawan yang tewas dalam perang Israel di Gaza menjadi 69 orang menurut penghitungan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ)
Sementara itu, resolusi ini diloloskan setelah negosiasi selama berhari-hari untuk menghindari veto kedua Amerika Serikat (AS).
Resolusi yang diloloskan lebih halus dari rancangan resolusi awal yang menyerukan agar perang yang sudah berlangsung 11 pekan segera dihentikan dan melemahkan penguasaan Israel atas pengiriman bantuan. Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara resolusi ini.
Washington berulang kali mendukung invasi Israel ke Gaza setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu. Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan Dewan Keamanan PBB seharusnya fokus membebaskan sandera dan tidak perlu berkonsentrasi pada "mekanisme bantuan" karena Israel mengizinkan "pengiriman bantuan di skala yang disyaratkan."
Hamas dan Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Hamas mengatakan resolusi itu "tidak cukup" untuk memenuhi kebutuhan Gaza dan seruan untuk mengakhiri "agresi Israel."
Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menyambut baik resolusi itu sebagai langkah yang dapat membantu "mengakhiri agresi, untuk memastikan kedatangan bantuan dan melindungi rakyat Palestina."
Amerika Serikat dan Israel yang bersumpah menumpas Hamas menolak gencatan senjata. Karena menurut mereka hanya akan mengizinkan Hamas untuk menyatukan kekuatan dan memperkuat persenjataan.
Namun pemerintah Presiden Amerika Serika Joe Biden meningkatkan kritiknya pada Israel karena tingginya jumlah korban jiwa dan memburuknya krisis kemanusiaan. Sementara Israel meningkatkan serangan udara dan darat.
Baca juga: Israel Kubur Warga Hidup-Hidup, Alquran Ungkap Perilaku Yahudi kepada Nabi Mereka
Guterres mengatakan cara Israel melakukan operasinya "menciptakan hambatan besar terhadap distribusi bantuan kemanusiaan" di Gaza. PBB mengatakan hanya 10 persen bantuan dari yang dibutuhkan.
Israel mengatakan sejak perang pecah sudah 5.405 truk bantuan yang membawa makanan, air dan obat-obatan memasuki Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan jumlah korban jiwa akibat serangan Israel ke Gaza mencapai 20.057 orang.
Kementerian juga mencatat 53.320 korban luka dalam serangan Israel yang menghancurkan sebagian besar Gaza dan membuat sebagian besar penduduknya yang berjumlah 2,3 juta jiwa mengungsi. Israel mengatakan 140 tentaranya tewas sejak melancarkan serangan darat pada 20 Oktober lalu.