Kristen di Betlehem: Tidak Ada Lagi Kegembiraan Tersisa di Hati Kami

Tarazi biasanya meletakkan hadiah di bawah pohon Natal untuk cucu-cucunya.

AP/Maya Alleruzzo
Seorang petugas Polisi Perbatasan Israel mengamankan sebuah pos pemeriksaan di kota Betlehem, Tepi Barat, Palestina. (ilustrasi)
Red: Didi Purwadi

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Noha Helmi Tarazi, warga Betlehem di wilayah pendudukan Tepi Barat, biasanya menghiasi rumahnya dengan pohon besar tiap kali tiba perayaan Natal. Ia menggambarkan pohon sebagai simbol cahaya dan kegembiraan.


Wanita berusia 87 tahun ini menyiapkan rumah untuk keluarganya yang berkumpul di Betlehem, Tepi Barat, Palestina setiap tahun. Tarazi membuat manisan serta makanan khas Natal. 

Dia biasanya meletakkan hadiah di bawah pohon Natal untuk cucu-cucunya. Dengan sangat hati-hati, Tarazi membungkusnya dan memberi label dengan nama mereka.

Tapi tahun ini, tidak ada yang akan berkumpul di rumahnya. Bahkan, kata Tarazi, anak-anak pun tidak ingin merayakannya. ‘’Tidak ada lagi kegembiraan yang tersisa di hati kami,’’ kata Tarazi, seperti dikutip dari Aljazeera, Ahad (24/12/2023).

‘’Bagaimana kita bisa merayakan Natal di tengah perang genosida ini?” tanya Tarazi yang dibesarkan di Kota Gaza hingga usia 20 tahunan pada tahun 1960an. ’’Bagaimana kita bisa merayakannya ketika masyarakat di Gaza kesulitan mendapatkan makanan hanya satu kali sehari?’’

Tarazi mengaku sangat terganggu oleh video orang-orang yang melarikan diri ke laut dan dipaksa merebus air laut agar bisa diminum. Padahal, dia memiliki kenangan indah tentang laut Gaza dimana dia biasa berenang di malam hari.

‘’Orang-orang hidup dalam damai,’’ katanya mengenang masa indah di Gaza sebelum zionis Israel datang menjajah wilayah tersebut.

Hidup menjadi lebih sulit setelah ia lulus dengan gelar sarjana sastra Inggris dari Universitas Kairo pada tahun 1967. Ia tidak dapat kembali ke Gaza karena wilayah tersebut diduduki oleh Israel pada tahun itu. 

Ia akhirnya menghabiskan 10 tahun berikutnya di Libya, tempat saudara-saudaranya juga tinggal, di mana dia bertemu suaminya. Tarazi akhirnya kembali ke Tepi Barat yang diduduki Israel, di mana dia membangun rumahnya dan membangun ritual Natal bersama keluarganya. Sebuah tradisi yang akan dia lewati tahun ini.

Perayaan Natal di Betlehem, tempat kelahiran Yesus Kristus, diputuskan untuk ditunda demi solidaritas rakyat Gaza. Keputusan penundaan perayaan Natal bukanlah keputusan mudah, namun hal tersebut merupakan sebuah kesepakatan gereja dan komunitas di Betlehem.

‘’Keputusan penundaan ini menunjukkan solidaritas mereka terhadap rakyat Palestina yang menghadapi pemboman Israel dan pengepungan total di Jalur Gaza,’’ sebut laporan Aljazeera.

Pemboman dan tembakan artileri oleh tentara pengecut zionis Israel telah menewaskan lebih dari 20 ribu orang di Gaza sejak perang dimulai pada 7 Oktober. ‘Tentara Popok’ alias Israel Diapers Force (IDF) termasuk membunuh sedikitnya 8.000 anak-anak Gaza. 

Lebih dari 300 orang juga telah terbunuh di Tepi Barat yang diduduki Israel. Mereka tewas baik oleh tentara Israel atau oleh pemukim yang sering menyerang dengan perlindungan dari pasukan penjajah Israel.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler