Laporan: Hamas dan Islam Jihad Tolak Lepaskan Kekuasaan di Jalur Gaza
Hamas dan Jihad Islam gelar pertemuan terpisah di Kairo
REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO – Dua sumber keamanan Mesir mengatakan Hamas dan Jihad Islam menolak proposal Mesir untuk melepas kekuasaan mereka di Jalur Gaza dengan imbalan gencatan senjata permanen. Kedua kelompok itu menggelar pembicaraan terpisah dengan Mesir di Kairo.
Mereka menolak tawaran di luar kemungkinan membebaskan sandera Israel yang ditawan dalam serangan mendadak 7 Oktober lalu. Mesir mengusulkan "visi" yang juga didukung mediator lainnya yakni Qatar, yang melibatkan gencatan senjata dengan imbalan pembebasan sandera.
Usulan itu juga melibatkan gencatan senjata permanen dan kekuasaan di Gaza yang saat ini dikuasai Hamas. Mesir mengusulkan pemilihan umum sambil memastikan anggota Hamas tidak akan dipersekusi atau dikejar.
Namun, sumber mengatakan Hamas menolak tawaran apa pun di luar pembebasan sandera. Diyakini masih terdapat 100 sandera yang ditawan di Gaza.
Pejabat Hamas yang berkunjung ke Kairo baru-baru ini menolak memberikan komentar mengenai tawaran spesifik dalam kesepakatan kemanusiaan sementara dan mengindikasi penolakan itu Hamas mempertahankan sikapnya sejak awal.
"Hamas ingin mengakhiri agresi, pembantaian dan genosida Israel terhadap dan membahasnya dengan saudara-saudara Mesir kami," kata pejabat Hamas tersebut, Senin (25/12/2023).
"Kami juga mengatakan bantuan ke rakyat kami harus terus dilakukan dan ditingkatkan dan harus sampai ke semua populasi di selatan dan utara," tambah pejabat itu.
"Setelah agresi berakhir dan bantuan meningkat kami siap membahas penukaran tawanan."
Jihad Islam juga menawan beberapa orang di Gaza mengungkapkan sikap serupa. Delegasi Jihad Islam yang dipimpin ketuanya Ziad al-Nakhala sedang berada di Kairo untuk bertukar gagasan dengan pejabat pemerintah Mesir mengenai tawaran tukar tawanan dan masalah lain.
Namun seorang pejabat kelompok itu mengatakan mereka menetapkan berakhirnya serangan militer Israel sebagai syarat negosiasi lebih lanjut.
Pejabat itu mengatakan Jihad Islam bersikeras, setiap penukaran tawanan harus berdasarkan sikap "untuk semua" artinya semua sandera yang ditawan Hamas dan Islam Jihad ditukar dengan pembebasan semua rakyat Palestina yang dipenjara di Israel.
Baca juga: Alquran Abadikan Tingkah Laku Yahudi yang Bodoh tapi Berlagak Pintar
Sebelum perang, terdapat 5.250 warga Palestina yang berada di penjara Israel. Namun menurut Asosiasi Tahanan Palestina jumlah tersebut kini bertambah menjadi sekitar 10 ribu orang karena Israel menahan ribuan orang lagi di Tepi Barat dan Gaza sejak 7 Oktober lalu.
Sejak Ahad (24/12/2023) malam hingga Senin, Gaza mengalami salah satu malam paling mematikan dalam perang yang sudah berlangsung selama 11 pekan. Para pejabat kesehatan Palestina mengatakan sedikitnya 70 orang tewas akibat serangan udara Israel di pusat Jalur Gaza yang terkepung.