Pengguna Vape Mayoritas Anak-Remaja, WHO Serukan Semua Negara untuk Larang Peredarannya

Anak muda pengguna vape cenderung jadi perokok di kemudian hari.

www.freepik.com
Vape (ilustrasi). Tingkat penggunaan vape pada anak-anak usia 13 hingga 15 tahun lebih tinggi dibandingkan orang dewasa di seluruh wilayah WHO.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan seruan agar semua negara di dunia melarang penggunaan rokok elektrik (vape), dengan segala rasanya dan memperlakukannya sama seperti rokok tembakau. Hal ini penting untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya vape.

WHO mencermati pemasaran vape telah menyasar anak-anak dan remaja melalui media sosial dan influencer. Produsen pun memberikan 16 ribu pilihan rasa sebagai pemikat.

WHO menyampaikan tindakan mendesak ini diperlukan untuk mengendalikan konsumsi vape di kalangan anak-anak dan remaja serta dampak buruknya bagi nonperokok. Apalagi, saat ini, beberapa produk vape dipasarkan menggunakan karakter kartun dan memiliki desain yang keren, sehingga menarik bagi generasi muda.

Baca Juga


 
"Ada peningkatan yang mengkhawatirkan dalam penggunaan rokok elektrik di kalangan anak-anak dan remaja, dengan angka yang melebihi penggunaan orang dewasa di banyak negara," ungkap Direktur Promosi Kesehatan WHO, Dr Ruediger Krech, pada 14 Desember 2023, dikutip dari situs resmi WHO.
 
Vape sebagai produk konsumen tidak terbukti efektif untuk menghentikan penggunaan tembakau di tingkat populasi. Sebaliknya, bukti-bukti mengkhawatirkan tersebut malah muncul mengenai dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.
 
Vape telah diizinkan beredar di pasar terbuka dan dipasarkan secara agresif kepada generasi muda. Faktanya, baru 34 negara yang melarang penjualan vape, 88 negara tidak memiliki usia minimum untuk membeli vape, dan 74 negara tidak memiliki peraturan untuk produk-produk berbahaya itu.

Bahaya vape. - (Republika)


Tingkat penggunaan vape pada anak-anak usia 13 hingga 15 tahun lebih tinggi dibandingkan orang dewasa di seluruh wilayah WHO. Di Kanada, tingkat penggunaan vape di kalangan anak usia 16 hingga 19 tahun meningkat dua kali lipat antara tahun 2017–2022. Sementara itu, di Inggris, jumlah pengguna vape meningkat tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
 
Paparan singkat terhadap konten vape di media sosial dapat dikaitkan dengan peningkatan niat untuk menggunakan produk tersebut serta memunculkan sikap yang lebih positif terhadap vape. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa generasi muda yang menggunakan vape hampir tiga kali lebih mungkin untuk mengonsumsi rokok di kemudian hari.

Vape yang mengandung nikotin ini sangat membuat ketagihan dan berbahaya bagi kesehatan. Dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan memang belum sepenuhnya dipahami, namun vape diketahui menghasilkan zat beracun yang beberapa di antaranya diketahui menyebabkan kanker dan beberapa lainnya meningkatkan risiko gangguan jantung dan paru-paru.
 
Penggunaan vape juga dapat memengaruhi perkembangan otak dan menyebabkan gangguan belajar pada remaja. Paparan vape pada janin dapat berdampak buruk pada perkembangan janin dan ibu hamil.

"Paparan emisinya juga menimbulkan risiko bagi orang yang ada di sekitar pengguna vape," demikian menurut WHO.
 
WHO menegaskan perlunya langkah-langkah mendesak untuk mencegah penggunaan vape dan melawan kecanduan nikotin. WHO juga menyerukan adanya pendekatan komprehensif terhadap pengendalian tembakau dengan mempertimbangkan kondisi setiap negara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler