Jawaban Umar Bin Khattab Kala Dipersilakan Sholat di Gereja Seusai Taklukkan Yerusalem
Umar bin Khattab menolak sholat di gereja Yerusalem
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Penguasaan Islam atas tanah Palestina dimulai pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Wilayah Palestina yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur), berhasil dikuasai oleh tentara Islam pada 638 Masehi atau bertepatan dengan tahun 16 Hijriyah.
Pada saat itu, Palestina memang merupakan wilayah yang tersisa di kawasan Timur Tengah, yang belum dikuasai kekhalifahan Islam.
Yerusalem sebagai ibu kota Palestina dijaga dengan ketat oleh sejumlah besar tentara. Selain itu, keberadaan sebuah benteng kokoh menyebabkan pasukan Islam tidak dapat menembus pertahanan Yerusalem dengan segera.
Karena itu, untuk merebut kota ini, pasukan Islam menerapkan strategi dengan cara mengepung dan memblokade Yerusalem dari hubungan dengan luar. Dengan demikian, Yerusalem terisolasi dari daerah-daerah lain dan bantuan menjadi terputus.
Pengepungan terhadap Yerusalem berjalan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan adanya persediaan logistik yang memadai bagi penduduknya untuk waktu yang lama.
Namun, akhirnya Uskup Agung kota ini, yaitu Patriach Sophorius, memutuskan untuk menyerah dengan jalan damai. Kebijakan ini diambil untuk menghindari pertumpahan darah.
Menjelang musim semi 638 M, sebuah delegasi keluar dari kota dengan misi damai. Dalam perundingan antara kedua pihak, disepakati penyerahan Yerusalem dengan tiga syarat. Pertama, disepakati adanya gencatan senjata di antara kedua belah pihak.
Kedua, Jerusalem hanya akan diserahkan kepada penguasa tertinggi dari pihak Islam. Ketiga, sisa pasukan Romawi yang ada diizinkan pergi menuju Mesir tanpa hambatan dari pihak Islam.
Persetujuan ini disampaikan kepada khalifah di Madinah, yang disertai permohonan agar Umar bersedia datang untuk menerima penyerahan Yerusalem.
Khalifah Umar menyetujui perjanjian itu dan segera berangkat ke Palestina. Pada tahun 638 M, penyerahan kota suci itu dilakukan dari Patriach Sophorius kepada Khalifah Umar bin Khattab.
Dikisahkan, ketika tiba di Yerusalem, Khalifah Umar mengunjungi tempat-tempat suci umat Nasrani, salah satunya adalah Gereja Holy Sepulchre.
Saat sedang berada di gereja ini, waktu sholat umat Islam pun tiba. Uskup Sophorius pun mempersilakan Umar untuk sholat di tempat ia berada, tapi Umar menolaknya.
Umar mencontohkan perilaku Rasulullah SAW dan keterangan Alquran, yang menjelaskan, ''Bagi kamu agamamu dan bagi kami agama kami.'' (QS Al-Kafirun [108]: 6).
''Andai saya sholat dalam gereja, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah masjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre,'' jelas Umar.
Dia pun pergi dan mendirikan...
Dia pun pergi dan mendirikan sholat di tempat yang agak jauh dari gereja, namun lokasinya berhadapan langsung dengan Holy Sepulchre.
Baca juga: Sedang Sedih dan Gelisah Hebat? Baca Doa Rasulullah SAW Ini
Di lokasi tempat Umar mendirikan shalat ini, kemudian dibangun sebuah masjid kecil yang memang dipersembahkan untuk sang khalifah. Bangunan masjid tersebut menjadi cikal bakal Masjid Kubah Batu (Qubbatus Sakhrah, the Dome of The Rock).
Selanjutnya, ekspedisi Islam dilanjutkan ke wilayah sekitar Yerusalem. Panglima Yazid bin Abu Sufyan dengan mudah menaklukkan Gaza, Askalon, dan Caesarea (daerah-daerah yang berada di wilayah Palestina).
Palestina di bawah kekuasaan Islam saat itu, berkembang menjadi sebuah wilayah yang multikultur.
Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi yang berdiam di wilayah Palestina pada masa itu hidup berdampingan secara damai dan tertib.
Sejak awal menaklukkan wilayah Palestina, penguasa Islam tidak pernah memaksakan agamanya kepada penduduk setempat. Mereka tetap diperbolehkan menganut keyakinan lama mereka dan diberi kebebasan beribadah.