Miris, Indonesia Peringkat Pertama Dunia Konsumen Rokok Elektronik
Prevalensi pengguna elektronik juga meningkat tajam di Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa rokok elektronik (vape) itu dilarang. Hal itu karena rokok elektronik dapat memberikan dampak kesehatan yang berbahaya.
Prof Agus Dwi Susanto, Ketua PDPI mengatakan bahwa Indonesia jadi negara dengan peringkat pertama untuk konsumsi perokok elektronik. Boleh dibilang status Indonesia saat ini adalah darurat perokok elektrik.
"Sebanyak 25 persen masyarakat pernah pakai dan menyasar remaja, Indonesia peringkat pertama di dunia sebagai konsumen rokok elektronik ini sangat miris sekali," kata Prof Agus dalam pertemuan daring, Selasa (9/1/2024).
Prof Agus mengatakan kebijakan di Indonesia dalam UU Kesehatan No 17 2023 Pasal 149 sudah cukup detail mengatur mengenai rokok elektronik. Jika dilihat dalam PMK 143, juga ada pajak beacukai yang dikenakan dari 10 persen sampai 15 persen.
Prevalensi pengguna elektronik juga meningkat tajam di Indonesia. Prevalensi perokok elektronik pada remaja 20-18 tahun meningkat 10 kali lipat dalam dua tahun terakhir.
Menurut survei, sebanyak 25 persen masyarakat pernah memakai rokok elektrik. Iklan vape umumnya menyasar usia remaja.
Sementara itu, survei RSUP Persahabatan, Jakarta, menemukan bahwa banyak pengguna vape adalah yang beralih dari rokok konvensional. Alasannya karena menganggap vape tidak adiktif dibandingkan konvensional, harga murah, mendapat izin orang tua, tidak menyebabkan kanker, dan cukup uang untuk membelinya.
Selain itu, sebagian persepsinya terkait kandungan di dalam vape, manfaat dan hubungan bermakna antara kandungan serta penggunaan lebih aman. Padahal faktanya, rokok elektronik tetap berbahaya bagi kesehatan.
Ini bisa menimbulkan bahaya pada jantung, pembuluh darah, imunitas dan risiko kanker. Selain itu risiko berbagai penyakit paru seperti asma, PPOK, pneumonia.
Studi juga menunjukan rokok elektronik menimbulkan ketagihan atau adiksi. Adpaun survei menunjukan 84 persen pengguna pernah melihat iklan vape di media sosial. "Responden 2,9 x lebih besar pernah menggunakan," lanjut dia.