Waspada Hujan Ekstrem Sepekan ke Depan: BMKG Beri Peringatan, Operasi TMC BNPB Dilanjutkan

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilakukan untuk meredistribusi curah hujan.

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Petugas berkoordinasi dengan pilot menentukan titik operasi teknologi modifikasi cuaca di dalam pesawat Cessna Caravan saat berada di langit wilayah Ujung Kulon, Banten, Selasa (9/1/2024). BNPB bersama BMKG dan BRIN melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca sebagai upaya meminimalisir berkumpulnya awan yang berpotensi menimbulkan intensitas hujan tinggi terjadi di sejumlah wilayah Jabodetabek yang rawan terkena bencana hidrometeorologi. .
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama kementerian dan lembaga (K/L) terkait melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) dalam upaya mitigasi dan antisipasi dari potensi bencana hidrometeorologi basah pada awal 2024. Langkah itu dilakukan berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang telah dilaksanakan pada 21 Desember 2023 yang lalu. 

“Pada rapat koordinasi antarlintas kementerian/lembaga (K/L) itu, BMKG memberikan informasi prakiraan cuaca untuk awal tahun 2024, yang berpotensi mengalami curah hujan sedang hingga sangat tinggi di wilayah pulau Jawa dan wilayah lain di Indonesia,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari lewat keterangannya, Selasa (9/1/2024).

Abdul menjelaskan, setelah rapat dilakukan, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati kemudian mengirim surat rekomendasi kepada Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, termasuk seluruh kepala daerah se-pulau Jawa, untuk lekas melakukan antisipasi dan mitigasi bencana. Atas dasar itu, BNPB melalui Kedeputian Bidang Penanganan Darurat BNPB membentuk tim dan segera melaksanakan TMC.

“Arahan Kepala BNPB itu tertuang melalui surat Instruksi Langsung IL Ka. BNPB Nomor: B-646/KA BNPB/PD.0104/12/2023 pada tanggal 31 Desember 2023,” terang dia.

Adapun untuk pelaksanaannya, tim BNPB, BMKG, BRIN, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan TNI AU kemudian membentuk posko utama di Base Ops Pangkalan Udara Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten. Bandara seluas 170 hektar itu dipilih mengingat lokasinya sangat strategis untuk mencakup wilayah Banten, DKI Jakarta, hingga Jawa Barat.

“Selain itu, frekuensi penerbangan di bandara Pondok Cabe juga tidak terlalu padat sehingga dipastikan tidak mengganggu lalu lintas udara,” jelas Abdul.

Operasi TMC yang pertama dilakukan pada Rabu (3/1/2024) lalu dengan dukungan pesawat Cessna 208 Caravan BNPB bernomor lambung PK-SNS. Operasi TMC di hari pertama itu dilakukan sebanyak satu kali sortie selama 2 jam 18 menit dengan menaburkan Natrium Clorida (NaCl) atau garam dapur di atas langit wilayah Kabupaten Bandung bagian barat dan Kabupaten Sukabumi bagian utara. 

“Penyemaian ini dilakukan di atas ketinggian 11 ribu kaki dengan menghabiskan bahan semai NaCl sebanyak 1 ton,” ujar Abdul.

Kemudian keesokan harinya, operasi TMC dilakukan sebanyak dua kali sorti. Adapun sorti yang pertama menyisir wilayah Selat Sunda, Laut Jawa hingga di atas langit Kepulauan Seribu. Selanjutnya sorti yang kedua menyasar wilayah Selat Sunda, Banten bagian barat daya hingga utara dan wilayah selatan Kabupaten Pandeglang. 

“Kedua sorti dalam operasi TMC itu sama-sama dilakukan di atas ketinggian 11.000 kaki dengan menaburkan bahan semai NaCl masing-masing sebanyak 1 ton,” jelas dia. 

Komik Si Calus : Musim Hujan - (Daan Yahya/Republika)

 

 

Berikutnya pada Jumat (5/1/2024), operasi TMC kembali dilakukan sebanyak dua kali sorti dan seluruhnya menyasar ke wilayah Laut Jawa. Pada prosesnya, total bahan semai NaCl yang digunakan masing-masing 1 ton setiap sortinya dan dijatuhkan dari ketinggian antara 10.000-11.000 kaki.

Selanjutnya pada Sabtu (6/1/2024) operasi TMC dilakukan sebanyak tiga kali sorti dengan menyemaikan NaCl masing-masing 1 ton. Pada sorti pertama dilakukan di wilayah Selat Sunda pada ketinggian antara 9.000 hingga 11.000 kaki. Sorti yang kedua dilakukan di wilayah timur Teluk Jakarta dan Laut Jawa di bagian timur laut di atas ketinggian 11.000 kaki.

“Sorti ketiga dilakukan di wilayah perairan selatan Pulau Jawa bagian barat dengan ketinggian 10.000 sampai 11.000 kaki,” terang Abdul.

Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat (DSDD) Kedeputian Bidang Penanganan Darurat BNPB Agus Riyanto mengatakan, upaya TMC itu dapat dimaknai sebagai bentuk ikhtiar bangsa dalam meminimalisir dampak risiko bencana hidrometeorologi, dengan menggunakan teknologi yang ada

“Operasi TMC ini merupakan bentuk ikhtiar bersama demi meminimalisir dampak risiko bencana yang dapat dipicu oleh cuaca. Bukan berarti kita yang menurunkan hujan, namun ini adalah upaya untuk mengurangi intensitas hujan yang diprediksi akan turun di satu tempat dengan menurunkannya di tempat lain,” jelas Agus.

Operasi TMC merupakan salah satu alternatif yang sudah beberapa kali dilakukan BNPB, BMKG, BRIN, TNI AU dan lintas stakeholder lainnya untuk mitigasi bencana hidrometeorologi kering maupun basah. Pada kasus kekeringan, TMC dilakukan untuk menurunkan hujan ke wilayah terdampak maupun titik-titik kebakaran hutan dan lahan.

“Sedangkan untuk kondisi seperti saat ini, TMC dilakukan untuk redistribusi curah hujan, sehingga hujan diharapkan dapat turun di wilayah lain dan tidak terfokus di satu daerah,” jelas dia. 

Untuk saat ini, TMC diharapkan dapat menurunkan hujan pada posisi sebelum target. Dia memberi contoh, jika targetnya di Jakarta dan arah angin dari barat daya ke tenggara, maka penyemaian NaCl dilakukan di wilayah Laut Jawa agar hujan tidak turun di Jakarta sesuai rekomendasi BMKG dan BRIN.

Agus juga mengatakan, meski TMC dilakukan, bukan berarti kemudian tidak perlu lagi melakukan mitigasi dan antisipasi. Sebab, faktor pemicu terjadinya bencana tidak hanya cuaca saja, tetapi juga dari berbagai hal, mulai dari bagaimana kondisi hulu hingga tata kelola di bagian hilirnya. 

Menurut Agus, masyarakat bersama pemerintah daerah tetap wajib melakukan upaya-upaya mitigasi, peningkatan kesiapsiagaan dan antisipasi lain yang dianggap perlu dalam rangka meminimalisir dampak risiko bencana. 

“Ini PR bersama. Kita semua tetap wajib meningkatkan mitigasi, kesiapsiagaan dan langkah antisipatif lainnya meski kita tahu saat ini sudah dilaksanakan TMC,” jelas Agus. 

Terkait pelaksanaan TMC di wilayah luar Jawa, Agus menjelaskan, nantinya akan ada evaluasi bersama antar lintas K/L dan pemangku kepentingan lain yang terlibat. Sementara ini memang masih dilakukan di wilayah Pulau Jawa bagian barat. Sebab, hal itu sebagaimana merujuk dari rekomendasi BMKG bersama BRIN untuk pembagian wilayah pelaksanaannya.

 “Tentunya kita akan terus evaluasi. Memang saat ini masih di sektor Jawa bagian barat sesuai rekomendasi dari BMKG dan BRIN. Nanti hasil evaluasi dan apabila ada rekomendasi terbaru, maka kita akan laksanakan sesuai keputusan bersama,” terang Agus. 

Operasi TMC oleh BNPB dan lintas kementerian/lembaga dilaksanakan hingga Senin (8/1/2024) kemarin sesuai hasil rapat koordinasi sebelumnya. Tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa operasi akan dilanjutkan jika ada rekomendasi lanjutan dari BMKG, BRIN dan lintas stakeholder lainnya.

Terkait operasi TMC ini, rekomendasi pelaksanaan untuk kembali dilanjutkan telah keluar, yakni dilakukan hingga 10 Januari 2024. Sementara untuk luasan pelaksanaan operasi hingga kini masih dievaluasi lebih lanjut untuk dilakukan perluasan atau tetap berada di wilayah yang telah dilakukan sebelumnya.

“Saat ini masih dilanjutkan hingga 10 Januari. Sedang dievaluasi (pelaksanaan di luar Pulau Jawa) apakah di-extend atau posisi stand by,” ucap Plt Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani kepada Republika, Selasa (9/1/2024). 

Andri menjelaskan, pihaknya melihat kondisi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia sesuai dengan prediksi yang telah dikeluarkan pada 3 Januari 2024 lalu. BMKG memperkirakan, adanya fenomena dinamika atmosfer yang masih aktif, yang dapat memicu potensi cuaca ekstrem, masih perlu diwaspadai hingga satu pekan ke depan.

“Untuk sepekan ke depan masih perlu diwaspadai,” jelas dia.

Menurut Guswanto, adanya potensi itu sesuai dengan prakiraan BMKG sebelumnya, di mana potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah Indonesia perlu diwaspadai selama periode akhir tahun 2023 hingga awal Januari 2024.

“Mencermati perkembangan potensi cuaca saat ini hingga pertengahan Januari 2024, BMKG terus melakukan update monitoring kondisi cuaca untuk mengantisipasi peningkatan cuaca ekstrem,” kata Guswanto lewat keterangannya.

Dia juga menyerukan kepada masyarakat dan instansi terkait agar tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem berupa hujan sedang hingga lebat yang disertai dengan kilat atau petir dan angin kencang hingga sepekan ke depan. Khusus untuk daerah bertopografi curam, bergunung, tebing, atau rawan longsor dan banjir agar tetap waspada terhadap dampak yang ditimbulkan akibat cuaca ekstrem.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler