Runtuhnya Kedekatan Afrika Selatan dan Israel Setelah Nelson Mandela Bebas

Afrika Selatan telah menyeret Israel ke Mahkamah Internasional.

AP Photo/Denis Farrell, File
Pemimpin Palestina Yasser Arafat dan Nelson Mandela.
Rep: Umar Mukhtar Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Afrika Selatan telah menyeret Israel ke Mahkamah Internasional. Bagi Afrika Selatan, apa yang terjadi di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 adalah genosida yang sebenarnya.

Baca Juga


Negara yang dipimpin Cyril Ramaphosa itu menyerahkan berkas hukum sebanyak 84 halaman yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Israel di Gaza bersifat genosida karena bertujuan untuk menghancurkan sebagian besar warga Palestina di Gaza.

Namun, apa alasan Afrika Selatan mendukung Palestina, dan kapan dukungannya terhadap Palestina dimulai?

Sejarah Afrika Selatan selama periode apartheid dikaitkan dengan hubungan dekatnya dengan Israel. Sebelum berakhirnya apartheid pada awal tahun 1990-an, terdapat hubungan strategis dan politik antara Afrika Selatan dan Israel.

Dalam konteks pemerintahan minoritas kulit putih di Afrika Selatan, Afrika Selatan menunjukkan dukungannya terhadap Resolusi Pemisahan PBB tahun 1947, yang membagi Palestina demi pendirian Negara Israel. Hubungan kedua negara berkembang pesat, termasuk dukungan Pretoria terhadap Israel dalam perang tahun 1973.

Dalam kerangka hubungan tersebut, Shimon Peres, salah seorang menteri Israel saat itu, melakukan kunjungan rahasia ke Pretoria. Hingga berujung pada peningkatan hubungan ke tingkat kedutaan pada tahun 1974.

Pada tahun 1975, perjanjian keamanan rahasia ditandatangani, termasuk penjualan peralatan militer Israel ke Afrika Selatan. Termasuk tank, pesawat tempur, dan rudal jarak jauh. Saat itu beredar rumor mengenai kemungkinan penjualan hulu ledak nuklir, dan Israel menjadi perantara pasokan senjata ke Afrika Selatan dari negara-negara yang menolak menanganinya.

Setelah berakhirnya rezim apartheid di Afrika Selatan, banyak hubungan di negara tersebut yang berubah. Hanya dua pekan setelah Nelson Mandela dibebaskan dari penjara pada tahun 1990, ia melakukan perjalanan ke Zambia untuk bertemu dengan para pemimpin Afrika yang mendukung perjuangannya melawan rezim apartheid di Afrika Selatan.

Saat itu, ada sosok yang menonjol di antara pria berjas hitam yang menunggu dengan tidak sabar untuk menyambut Nelson Mandela di landasan bandara. Dialah Presiden Palestina Yasser Arafat, yang mengenakan keffiyeh kotak-kotak hitam-putih, yang sedang melakukan perjalanan untuk melihat Mandela yang baru saja dibebaskan.

Setelah itu, Yasser Arafat dan Mandela berjabat tangan, dan ini merupakan penegasan solidaritas antara dua orang yang menganggap perjuangan kemerdekaan rakyatnya sama.

Nelson Mandela adalah politisi dan revolusioner terkemuka yang memimpin pertempuran melawan rezim apartheid di Afrika Selatan. Dia lahir pada tanggal 18 Juli 1918, dan meninggal dunia pada tanggal 5 Desember 2013.

Selama masa jabatannya sebagai presiden Afrika Selatan dari tahun 1994 hingga 1999, ia menjadi presiden pertama penyandang disabilitas, berkulit gelap dalam periode beberapa pemilu dan mewakili semua ras. Pemerintahannya fokus pada pemberantasan rasisme dan kemiskinan, serta mendorong rekonsiliasi rasial.

Mandela memegang posisi penting di Kongres Nasional Afrika, dan ditangkap karena aktivitas anti-apartheidnya. Dia menghabiskan 27 tahun penjara, namun tekanan internasional menyebabkan dia dibebaskan pada tahun 1990.

Setelah itu, dia memimpin upaya untuk menghapuskan apartheid dan mencapai rekonsiliasi nasional. Mandela membentuk konstitusi baru dan komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Dia menjalankan kebijakan ekonomi liberal dan terlibat dalam isu-isu internasional.

Afrika Selatan memang tidak memiliki pengaruh diplomatik dengan Palestina. Namun ada Kongres Nasional Afrika yang dipimpin Mandela dari gerakan pembebasan anti-apartheid hingga menjadi partai politik di pemerintahan. Kongres itulah yang mempertahankan sikap pro-Palestina yang kuat bahkan setelah meninggalnya Mandela pada tahun 2013.

Dukungan Afrika Selatan terhadap Palestina sudah ditunjukkan oleh tokoh-tokoh seperti Nelson Mandela sebagai penegasan solidaritas internasional dan perlunya melanjutkan perjuangan kebebasan dan keadilan. "Kami mendukung Palestina," kata cucu Mandela, Mandla Mandela, pada rapat umum pro-Palestina di Cape Town Oktober 2023 lalu, beberapa hari setelah serangan Hamas di Israel.

Mandla Mandela, yang merupakan anggota Kongres Nasional Afrika, mengenakan keffiyeh Palestina hitam-putih di lehernya saat berbicara di depan massa di salah satu agenda unjuk rasa yang mendukung Palestina di Afrika Selatan.

Dalam konteks perjuangan Palestina, Nelson Mandela rutin mengangkat isu Palestina. Tiga tahun setelah mencapai kemajuan dalam membongkar rezim apartheid di Afrika Selatan, dan terpilih sebagai presiden dalam pemilu multiras yang bersejarah pada tahun 1994, Mandela mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada komunitas internasional atas dukungannya.

Namun, Mandela menekankan bahwa kebebasan negaranya tidak lengkap tanpa kebebasan rakyat Palestina. Mandela dan para pemimpin Afrika Selatan saat ini membandingkan pembatasan yang diberlakukan oleh pendudukan Israel terhadap warga Palestina dengan penderitaan yang dialami warga kulit hitam di Afrika Selatan selama pemerintahan apartheid. Kedua isu ini terutama berkaitan dengan hak-hak masyarakat tertindas di tanah air mereka.

Sejarah menunjukkan bahwa Israel ⁰pemerintah apartheid di Afrika Selatan, dan mempertahankan hubungan militer rahasia hingga pertengahan tahun 1980-an, meski ada kecaman publik terhadap apartheid. Sebaliknya, Kongres Nasional Afrika mengambil sikap tajam terhadap Israel, dan menyebut Israel sebagai negara apartheid.

Sumber:

https://arabicpost.net/%d9%85%d9%86%d9%88%d8%b9%d8%a7%d8%aa/2024/01/11/%d8%af%d8%b9%d9%85-%d8%ac%d9%86%d9%88%d8%a8-%d8%a3%d9%81%d8%b1%d9%8a%d9%82%d9%8a%d8%a7-%d9%84%d9%81%d9%84%d8%b3%d8%b7%d9%8a%d9%86/

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler