Empat Jenis Suplemen yang Perlu Dihindari, Berdampak Buruk Jika Rutin Diminum
Kandungan vitamin dan mineral dalam suplemen umumnya dosisnya lebih tinggi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suplemen biasanya dikonsumsi untuk melengkapi kekurangan asupan vitamin dan mineral dari makanan sehari-hari hingga untuk mencegah penyakit. Namun, ada empat jenis suplemen yang justru berpotensi membawa dampak buruk bila dikonsumsi secara rutin.
"Keempat suplemen ini sebaiknya tak Anda konsumsi karena (suplemen-suplemen) tersebut sebenarnya berbahaya," ujar dr Charles MD melalui akun TikTok pribadinya, seperti dilansir Express pada Senin (15/1/2024).
Berbeda dengan makanan, kandungan vitamin dan mineral di dalam suplemen umumnya memiliki dosis yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, konsumsi suplemen yang tidak perlu bisa menyebabkan asupan vitamin dan mineral yang berlebih.
Beberapa jenis vitamin dan mineral bisa membahayakan kesehatan bila dikonsumsi secara berlebihan. Oleh karena itu, dr Charles mengimbau agar orang-orang menghindari empat jenis suplemen vitamin dan mineral berikut ini.
Vitamin A
Asupan vitamin A sebenarnya memegang peranan penting dalam memelihara kesehatan penglihatan, pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas. Selain itu, vitamin A juga kaya antioksidan yang dapat membantu melawan penyakit seperti penyakit jantung dan kanker.
Namun, bila dikonsumsi secara berlebih, seperti dari suplemen berdosis tinggi, vitamin A bisa menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada hati. Bahkan, bila dikombinasikan dengan obat tertentu, vitamin A dosis tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit hati.
Mayo Clinic mengungkapkan, konsumsi vitamin A lebih dari 200 ribu mcg bisa menimbulkan sejumlah keluhan, seperti mual, muntah, vertigo, serta pandangan rabun. Dalam jangka panjang, konsumsi vitamin A berlebih juga dapat menyebabkan masalah seperti penipisan tulang dan kecacatan pada janin.
Vitamin E
Banyak orang menggemari suplemen vitamin E karena efek antioksidannya. Padahal, asupan vitamin E yang berlebihan kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker, menurut dr Charles. Hal ini telah diperkuat dengan sejumlah studi yang menemukan kaitan antara suplementasi vitamin E dengan kanker.
"Vitamin E bisa memengaruhi perkembangan kanker melalui sejumlah mekanisme," ujar Committee on Carcinogenicity (COC) dalam sebuah laporan pada 2015.
Sebuah studi juga secara spesifik mengungkapkan bahwa vitamin E dapat meningkatkan risiko kanker prostat. Akan tetapi, COC menilai bukti ilmiah yang tersedia saat ini belum mengindikasikan bahwa suplementasi vitamin E bisa meningkatkan risiko kanker prostat.
Zat Besi
Kekurangan zat besi bisa menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi. Akan tetapi, Ddr Charles menyarankan orang-orang untuk tidak mengonsumsi suplemen zat besi bila tidak direkomendasikan oleh dokter.
"Karena itu bisa merusak jantung Anda," tutur dr Charles.
Dampak suplementasi zat besi terhadap kesehatan jantung tampaknya masih menjadi perdebatan. Alasannya, sejumlah studi menemukan bahwa pemberian zat besi melalui infus bisa membantu pasien-pasien gagal jantung.
Namun, di sisi lain, ada pula studi yang menemukan efek kurang baik dari suplementasi zat besi terhadap jantung. Sebuah studi dalam eLife pada 2021 misalnya, menemukan bahwa konsumsi suplemen zat besi jangka panjang bisa memberikan pengaruh buruk bagi jantung.
"Hasil (studi) kami mengindikasikan bahwa pelepasan zat besi bisa merugikan jantung. Itu bisa menyebabkan ketidakstabilan kadar oksigen, kematian sel jantung, dan kemudian gagal jantung," ungkap peneliti dr Jumpei Ito kepada Medical News Today.
Biotin
Suplemen biotin sangat populer untuk memperbaiki rambut dan memperkuat kuku. Akan tetapi, konsumsi suplemen biotin bisa membuat hasil lab menjadi tidak akurat. Hal ini tentu berpotensi membahayakan.
"Biotin bisa mengganggu tes lab Anda, dan Anda sebenarnya tidak memerlukan suplemen ini untuk rambut dan kuku Anda," jelas dr Charles.
Mengacu pada Food and Drug Administration, asupan biotin yang berlebih bisa mengacaukan hasil tes lab tertentu, seperti tes hormon dan tes penanda serangan jantung. Hasil tes lab yang tidak akurat bisa memberikan konsekuensi membahayakan bagi pasien.