Kemenkumham Selidiki Pidana Hak Cipta Terorganisasi dengan Nilai Kerugian Fantastis

Pelaku pelanggaran hak cipta asal korsel diduga raup untung Rp 19,7M

Dok Kemenkumham
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham, Brigjen Anom Wibowo.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham menangani perkara dugaan tindak pidana di bidang Hak Cipta yang dilakukan oleh Warga Negara Korea di Indonesia. Pelaku penyebarluasan ciptaan dan penggandaan ciptaan secara komersial Lembaga penyiaran dalam bentuk Internet Protocol Television (IPTV). 

Baca Juga


Pelaku telah dilaporkan secara resmi ke DJKI pada Mei 2023. Awal mula kasus ini dimulai dari adanya laporan pengaduan dari Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) terkait adanya dugaan pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh warga negaranya.

"Dengan cara menayangkan tayangan beberapa stasiun televisi asal Korea secara tanpa hak dimana salah satunya adalah channel milik MBC di Indonesia," kata Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham, Anom Wibowo dalam keterangannya pada Kamis (18/1/2024). 

Dari hasil penelitian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik, diketahui terdapat  sekelompok orang dengan peran berbeda dalam menjalankan penyiaran secara ilegal pada kurun waktu 9 tahun secara tanpa izin dari pemegang hak. Mereka meraup keuntungan hingga kurang lebih 1,7 miliar won atau Rp 19,7 miliar. 

Ministry of Culture, Sports, and Tourism (MCST) Korea atau Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea beserta Kepolisian Busan turut berpartisipasi dalam menyelesaikan perkara, yaitu dengan membantu memberikan data dan informasi. 

Selain itu, The International Criminal Police Organization (INTERPOL) turut berpartisipasi dengan memfasilitasi pertemuan antara pihak Korea dan DJKI serta mengkoordinasikan tindakan penegakan hukum bersama antara Korea dan Indonesia. 

Selanjutnya dilakukan penindakan atau olah TKP yang dilakukan secara serempak di Indonesia dan Korea. Pada penindakan yang dilakukan di Indonesia, dari kediaman terlapor ditemukan sejumlah peralatan operasi IPTV yang dapat digunakan untuk menonton siaran dan film Korea secara real time maupun Video on Demand (VOD).

Sedangkan di Korea sendiri, tepatnya di Kota Goyang, Gyeonggi-do, ditemukan 40 set-top box untuk penyiaran kabel. 

"Tempat yang diperkirakan sebagai kantor tersebut merupakan tempat di mana video dan film real-time domestik diam-diam ditransmisikan ke Indonesia. Pada kesempatan tersebut dua dari tiga penyedia video ilegal ditangkap," ujar Anom. 

Dalam keterangannya, pelaku memutar sebanyak 108 ribu siaran langsung Korea dan video atas permintaan atau VOD tanpa izin pemegang hak cipta, serta menerima biaya sebesar 25 ribu won per bulannya. 

Selanjutnya dari pengembangan penyelidikan terungkap pelaku sebanyak 72 warga negara Korea dan dari beberapa negara. 

"Peminat siaran illegal ini sangat banyak, baik dari ekspatriat maupun domestik, bahkan lebih dari 40 TV kabel Korea terlibat. Adapun kerugian diperkiraan sebesar 16 miliar Korea atau setara dengan 1,23 juta dollar Amerika," ujar Anom. 

Saat ini, di Korea kasus tersebut sudah masuk tahap peradilan dan tinggal menunggu hasil putusan dari hakim. 

"Diharapkan dengan meningkatnya kerja sama yang terjalin antara DJKI dengan instansi penegak hukum dan kantor KI (IP Office) lain, baik dalam maupun luar negeri, berdampak pada optimalisasi dan efektifitas perlindungan dan penegakan hukum di bidang KI," ujar Anom.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler