Komisi II: Putusan MK Gugurkan Keserentakan Pilkada 2024

Putusan MK membuat 48 kepala daerah dapat menjalankan masa jabatannya hingga 2024.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR Saan Mustopa menyebut adanya peluang Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan untuk bergabung menjadi satu kekuatan, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/8/2023).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menyoroti langkah pemerintah yang ingin mempercepat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 dari November ke September. Namun, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan sejumlah kepala daerah yang ingin agar masa jabatannya berakhir pada 2024.

Baca Juga


Saan menjelaskan, MK mengabulkan gugatan tersebut karena kepala daerah yang dipilih oleh rakyat memiliki hak konstitusionalnya. Hal tersebutlah yang tak sesuai dengan semangat pemerintah mempercepat Pilkada 2024 karena adanya kepala daerah yang terpaksa menyelesaikan masa jabatnya lebih cepat dan digantikan oleh penjabat (Pj).

"Karena ada keputusan MK, akhirnya mereka (kepala daerah) habis sesuai masa jabatannya. Jadi ada yang Februari 2024, ada yang April 2024, artinya menjadi tidak serempak lagi. Artinya ide tentang keserentakan itu sudah gugur dengan adanya putusan MK," ujar Saan dalam rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Bawaslu, dan DKPP, Kamis (18/1/2024).

Lebih detail ia menjelaskan, MK mengabulkan gugatan sejumlah kepala daerah yang protes masa jabatannya dipotong karena aturan dalam Pasal 201 ayat 5 Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada). Dalam pasal tersebut mengatur, kepala daerah hasil pemilihan 2018 dan baru dilantik pada 2019 harus berhenti akhir 2023.

Adapun tujuh kepala daerah yang menggugat pasal tersebut adalah Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, dan Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim. Lalu, adapula Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.

Lanjut Saan, adanya putusan MK tersebut membuat 48 kepala daerah dapat menjalankan masa jabatannya hingga 2024. Tanpa terpotong pasal dalam UU Pilkada dan tak digantikan oleh penjabat (Pj) kepala daerah.

"Ini (putusan MK) juga tentu menjadi pertimbangan, apakah keserentakan itu menjadi sesuatu yang terus-menerus harus kita pertahankan," ujar Saan.

"Atau karena ada putusan Mahkamah Konstitusi, maka substansi terkait dengan keserentakan akhir masa jabatan itu sebenarnya gugur dengan sendirinya. Karena putusan Mahkamah Konstitusi final dan mengikat," sambung politikus Partai Nasdem itu.

Diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menuturkan, jika Pilkada Serentak 2024 tak dipercepat pemungutan suaranya, akan ada potensi kekosongan kepada daerah di banyak daerah. Sebab kondisi saat ini, terdapat 101 daerah dan empat daerah otonomi baru di Papua yang diisi oleh penjabat kepala daerah sejak 2022.

"Terdapat 170 daerah yang diisi oleh penjabat kepala daerah pada 2023. Serta terdapat 270 kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 yang akan berakhir pada 31 Desember 2024," ujar Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Rabu (21/9/2023) malam.

"Berdasarkan data ini, maka terdapat potensi akan terjadi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan jika ini terjadi maka pada 1 Januari 2023 terdapat 545 daerah yang berpotensi tidak memiliki kepala daerah definitif," katanya.

Karenanya, pemerintah perlu diambil langkah yang sifatnya strategis dan mendesak untuk menghindari kekosongan kepala daerah tersebut. Terlebih lagi adanya perbedaan kewenangan antara kepala daerah definitif dan penjabat (Pj).

"Di samping tentunya legitimasi yang tentu akan lebih kuat kalau diisi oleh kepala daerah hasil Pilkada," ujar Tito.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler