Latihan Militer Terbesar NATO akan Libatkan 90 Ribu Tentara 

Masyarakat di negara NATO perlu mempersiapkan diri menghadapi potensi perang.

EPA-EFE/OLIVIER HOSLET
Bendera di Markas Besar NATO menjelang konferensi pers setelah pertemuan Kepala Pertahanan Militer NATO di Brussels, Belgia, (18/1/2024).
Rep: Kamran Dikarma Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan menggelar latihan militer terbesar dalam kurun lebih dari tiga dekade pada pekan depan. Sebanyak 90 ribu tentara bakal dilibatkan dalam latihan tersebut.

Baca Juga


Panglima Tertinggi Sekutu NATO Eropa, Jenderal Christopher Cavoli, pada Kamis (18/1/2024) mengungkapkan, latihan tersebut mengusung tema “Steadfast Defender 2024”. Digelar hingga akhir Mei, latihan itu akan melibatkan unit-unit dari 31 negara anggota NATO, plus calon anggota, yakni Swedia.

Latihan tersebut, yang terdiri dari serangkaian latihan individu yang lebih kecil, akan berlangsung dari Amerika Utara hingga sisi timur NATO, dekat perbatasan Rusia. Sebanyak 50 kapal angkatan laut, 80 pesawat, dan lebih dari 1.100 kendaraan tempur bakal dikerahkan selama Steadfast Defender 2024 berlangsung. “Aliansi akan menunjukkan kemampuannya untuk memperkuat kawasan Euro-Atlantik melalui pergerakan kekuatan transatlantik dari Amerika Utara,” ujar Cavoli, dikutip laman i24News.

Terakhir kali NATO menggelar latihan berskala besar adalah pada era Perang Dingin, yakni tahun 1988. Ketua Komite Militer NATO, Laksamana Rob Bauer, mengatakan Steadfast Defender 2024 merupakan demonstrasi kesiapan baru aliansi tersebut. “Ini adalah rekor jumlah pasukan yang dapat kami bawa dan lakukan latihan dalam jumlah tersebut, di seluruh aliansi, melintasi lautan, dari AS hingga Eropa,” katanya.

Bauer juga memperingatkan, masyarakat sipil di negara-negara anggota NATO perlu lebih mempersiapkan diri menghadapi potensi perang di masa depan dengan Rusia. “Kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa hidup dalam damai dan itulah mengapa kita punya rencana, itulah mengapa kita bersiap menghadapi konflik,” katanya. “Kami tidak mencari konflik apa pun, namun jika mereka menyerang kami, kami harus siap,” tambah Bauer.

Menurut Bauer, kekuatan darat Rusia telah terdegradasi parah akibat perang di Ukraina. Namun, dia mengakui angkatan laut dan udara Rusia masih memiliki kekuatan cukup besar. Bauer mengatakan, upaya Moskow untuk menyusun kembali pasukannya terhambat oleh dampak sanksi Barat. Kendati demikian, Kremlin masih berhasil meningkatkan produksi artileri dan rudal.

Terkait konflik di Ukraina, Bauer mengatakan bahwa meskipun pertempuran sengit masih terjadi, garis depan “tidak banyak bergerak'.  “Meskipun serangan-serangan terbaru Rusia sangat menghancurkan, serangan-serangan tersebut tidak efektif secara militer,” ujarnya, seraya menyerukan para pendukung Ukraina untuk tidak “terlalu pesimistis” terhadap prospek Kiev tahun ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler