Bukan Merger, Ini Cara Majukan Bank Muamalat Menurut Ketua PP Muhammadiyah

Bank Muamalat disebut perlu tetap jadi bank swasta.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Peserta mengikuti kegiatan fun walk dalam rangka merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78 di pelataran lobi Muamalat Tower, Jakarta, Ahad (27/8/2023). Kegiatan ini diikuti oleh manajemen dan karyawan Bank Muamalat serta BPKH selaku Pemegang Saham Pengendali yang bertujuan untuk mempererat ikatan satu sama lain. Fun walk ini sekaligus persiapan menuju pencatatan saham (listing) di Bursa Efek Indonesia, dimana soliditas antar karyawan dan dukungan BPKH sangat diperlukan agar aksi korporasi tersebut berjalan lancar.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah sekaligus Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta rencana penggabungan atau merger Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan BTN Syariah tidak dilanjutkan. Menurutnya, BMI harus tetap milik umat.

Ia menyadari, kinerja bank syariah tersebut memang belum maksimal. Hanya saja, kata dia, bukan berarti harus dilakukan merger.

"Tugas kita sekarang bukan lagi memikirkan bagaimana me-merger-kannya dengan BTN Syariah atau bank lain, tapi bagaimana kita bisa secara bersama-sama memajukan dan membesarkannya," tegasnya dalam keterangan resmi yang dikutip pada Sabtu (20/1/2024).

Baca Juga


Ia menambahkan, perlu langkah yang harus ditempuh guna mencapai tujuan tersebut.

Di antaranya menggerakkan berbagai elemen umat agar secara bersama-sama terlibat memajukan dan membesarkan BMI. Ia menyebutkan, di Indonesia terdapat banyak organisasi massa (ormas) Islam. Negeri ini pun mempunyai banyak masjid, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit serta usaha-usaha bisnis milik umat yang bisa digerakkan untuk itu.

"Hal ini tentu akan mudah dilakukan karena dengan masuknya dana BPKH ke BMI meski baru sekitar satu persen dari total dana haji yang dikelolanya. Kita melihat kepercayaan umat terhadap BMI sekarang tampak semakin kuat dan meningkat," tuturnya.

Maka, tegas dia, langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah bukan mencaplok BMI agar menjadi bank milik negara. Melainkan bagaimana negara bisa hadir membuat BMI tetap eksis dan menjadikannya sebagai bank milik umat yang kuat dan bagus.

Ukuran keberhasilan pemerintah dalam menangani masalah BMI ini, lanjutnya, tidak dilihat dan diukur dari segi keberhasilannya menjadikan BMI menjadi bank milik negara.

"Hanya saja dilihat dari sisi kemampuan pemerintah menciptakan situasi dan yang mendukung BMI tetap menjadi sebuah bank milik umat yang kuat, maju, terpercaya dan bisa dibanggakan," ujar dia.

Dirinya bercerita, gagasan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) datang dari kalangan umat terutama MUI, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), NU dan Muhammadiyah, serta beberapa para pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia.

Ide itu tercetus pertama kali dalam sebuah lokakarya MUI pada agustus tahun 1990 dalam periode kepemimpinan KH Hasan basri sebagai ketua umum MUI yang mengangkat tema Masalah bunga bank dan perbankan.

Meski pendirian BMI mendapat dukungan dari pemerintah, kata dia, tapi BMI bukan bank pemerintah atau bank milik negara tapi bank swasta milik umat.

"Jadi BMI ini merupakan bank pertama murni syariah yang berdiri tahun 1992 yang sejarah kelahirannya berbeda dengan bank-bank syariah lainnya yang berinduk kepada bank konvensional," ungkapnya.

BMI, lanjut dia, sempat menghadapi masalah sehingga mengundang investor asing dari Timur Tengah. Lalu saat menghadapi masalah lagi, pemerintah mendorong BPKH masuk melakukan investasi ke BMI guna penyelamatan. Hanya saja, Anwar menegaskan, bukan berarti BMI sudah menjadi bank milik pemerintah.

"Karena dana BPKH yang diinvestasikan di BMI tersebut bukanlah dana dari pemerintah tapi adalah dana milik umat," tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler