Gerakan Non-Blok: Kami Saksikan Genosida Terkejam dalam Sejarah
AS telah beberapa kali memveto resolusi yang mengkritisi tindakan Israel.
KAMPALA – Para pemimpin negara Gerakan Non-Blok menentang operasi militer Israel di Gaza. Dalam pertemuan tahunan gerakan yang beranggotakan 120 negara di Kampala, Uganda itu mereka juga mendorong segera diberlakukannya gencatan senjata.
Puluhan kepala negara dan pejabat senior hadir dalam pertemuan organisasi yang berdiri pada 1961 tersebut. Saat itu, negara-negara ini tak mau memihak salah satu kekuatan militer yang bertarung di perang dingin ataupun blok mana pun.
Israel melakukan serangan masif terhadap Gaza setelah Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Israel mengeklaim lebih dari 1.200 warganya meninggal dan 240 lainnya menjadi sandera. Di sisi lain, serangan Israel menewaskan 24 ribu warga sipil Gaza.
‘’Sejak 7 Oktober, kami telah menyaksikan aksi genosida terkejam yang pernah tercatat dalam sejarah,’’ ujar Wakil Presiden Kuba Salvador Valdes Mesa dalam pidatonya kepada delegasi pertemuan Gerakan Non-Blok, di Kampala, Jumat (19/1/2024).
Ia menyampaikan keheranan, Barat yang biasanya bersuara lantang soal HAM kini diam. ‘’Bagaimana bisa negara-negara Barat yang mengeklaim dirinya beradab membenarkan pembunuhan perempuan dan anak-anak di Gaza,’’ katanya menegaskan.
Mereka, jelas dia, juga membiarkan pengeboman oleh militer Israel terhadap rumah sakit, sekolah dan mengadang akses terhadap air yang aman dikonsumsi juga pangan. Korban warga sipil banyak berjatuhan akibat bombardir pesawat tempur Israel.
Moussa Faki Mahamat, pimpinan komisi Uni Afrika, menyerukan segera diberlakukannya gencatan senjata untuk mengakhiri apa yang ia sebut sebagai perang tak adil terhadap warga Palestina. Hampir semua negara Afrika bergabung dengan Gerakan Non-Blok.
Hampir setengah anggota gerakan merupakan negara-negara Afrika, lainnya membentang dari India, Indonesia, Arab Saudi, Iran, Chile, Peru, dan Kamboja. Israel selama ini mengeklaim aksi militernya merupakan tindakan membela diri. Mereka menolak tudingan genosida.
Bahkan, saat kasus genosida ini dibawa ke Afrika Selatan ke pengadilan internasional, yaitu International Court of Justice (ICJ). Berbicara dalam pertemuan di Kampala, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengkritisi peran PBB dalam menghentikan genosida di Gaza.
Menurut dia, perang di Gaza menggambarkan... (buka halaman 2)
Menurut dia, perang di Gaza menggambarkan ketidakmampuan PBB, khususnya Dewan Keamanan, di mana AS telah beberapa kali memveto resolusi yang mengkritisi tindakan Israel. Maka itu, ia menginginkan adanya perubahan.
‘’Kita seharunya membuat sistem tata kelola global yang adil dan setara bagi semua, juga mempunyai kapasitas merespons kebutuhan setiap negara dalam situasi terganggu dan terancam,’’ kata Ramaphosa.
Afrika Selatan (Afsel) membawa kasus genosida yang dilakukan Israel ke International Court of Justice (ICJ), giliran negara lain juga akan membawa kasus kekerasan di perang Hamas-Israel ke International Criminal Court (ICC).
Meksiko dan Chile, Kamis (18/1/2024) menyampaikan kekhawatiran atas eskalasi kekerasan setelah sebulan lebih perang antara Hamas-Israel, berencana membawanya ke ICC untuk membuktikan atas potensi kejahatan dalam kasus tersebut.
Kementerian Luar Negeri Meksiko menyatakan ICC merupakan forum yang pas untuk mempertanggungjawabkan potensi kejahatan atas perang itu. Baik potensi oleh pihak yang melakukan pendudukan atau mereka yang wilayahnya diduduki.
‘’Aksi Meksiko dan Chile merujuk pada semakin khawatirnya kami terhadap meningkatnya kekerasan khususnya terhadap warga sipil,’’ demikian pernyataan Kemenlu Meksiko.
Israel memang bukan anggota ICC dan tak mengakui yurisdiksinya. Namun, para jaksa pengadilan yang berbasis di Denhaag, Belanda tersebut menegaskan mereka memiliki yurisdiksi atas potensi kejahatan perang oleh Hamas di Israel serta kejahatan perang Israel di Gaza.
Terkait rencana membawa kasus kejahatan perang ke ICC, Meksiko mengutip sejumlah laporan PBB yang menggambarkan secara detail banyak insiden masuk kategori kejahatan perang di bawah yurisdiksi ICC.
Menlu Chile Alberto van Klaveren di Santiago menyatakan sejalan dengan opsi yang ditempuh Meksiko. ’’Negara kami tertarik untuk mendukung penyelidikan atas potensi terjadinya kejahatan perang di mana pun itu terjadinya,’’ katanya menjelaskan. (reuters/han)