Riset: Fatwa MUI Pengaruhi Warga Muslim dan Non-Muslim Boikot Produk Israel

Perlunya pengembangan dan penguatan untuk produk lokal dan alternatif.

DBS
Boikot produk Israel dan pro-Israel
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 83 tahun 2023 tentang boikot produk terafiliasi Israel terhadap masyarakat Indonesia memberikan pengaruh signifikan terhadap kebiasaan berbelanja masyarakat. Sejak fatwa dikeluarkan, ada perubahan perilaku sebagian masyarakat dalam berbelanja untuk menghindari produk terafiliasi Israel.

Hal itu didasarkan pada riset Indonesia Halal Watch (IHW) yang dilaksanakan pada periode 24 Desember 2023 sampai 2 Januari 2024. Founder Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan ketaatan masyarakat terhadap fatwa MUI menunjukkan angka yang cukup tinggi, yakni mencapai 87 persen.

"Dan itu sejalan dengan boikot yang dilakukan oleh masyarakat. Karena isi fatwa itu adalah pertama mendukung perjuangan bangsa Palestina dan kedua, menghindari penggunaan produk Israel dan terafiliasi Israel," kata Ikhsan dalam acara Milad IHW ke-11 dan Launching Rilis Hasil Survei dengan tema "Pemaparan hasil Survei Pengetahuan, Sikap dan Efektivitas Fatwa MUI 83/2023" di Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Agenda tersebut dihadiri beberapa narasumber. Di antaranya, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Manager Nasution, Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Henry Hidayatullah, dan Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG) Nur Ikhwan Abadi.

Dalam kesempatan itu, Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Henry Hidayatullah mengungkapkan ketika boikot produk dilakukan, maka langkah ini menimbulkan kerugian karena suplai senjata itu menjadi turun. "Sehingga diharapkan paling tidak, agresi terhenti," kata dia.

Ketua Presidium AWG Nur Ikhwan Abadi menyampaikan edukasi tentang boikot produk terafiliasi Israel ini sangat penting untuk memberi keyakinan kepada masyarakat. Tujuannya adalah terus melakukan aksi boikot ini.

Adapun perincian riset tersebut bersumber dari 700 orang responden yang merupakan penduduk Kota Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya dengan usia minimal 17 tahun atau sudah menikah. Responden itu terdiri dari 92 persen warga Muslim dan delapan persen warga non-Muslim.

Baca Juga


Sebanyak 66,1 persen responden mendukung...

Sebanyak 66,1 persen responden mendukung penuh fatwa MUI dan 20,6 persen sangat mendukung fatwa MUI. Hanya 12,0 persen yang tidak mendukung dan 1,3 persen yang tidak mendukung sama sekali.

Untuk reaksi Muslim dan non-Muslim terhadap Fatwa MUI, data menunjukkan sebanyak 58,0 persen telah mengubah kebiasaan belanja mereka karena Fatwa MUI 83/2023. Sementara 5,6 persen mengatakan mengubah kebiasaan belanja mereka secara sangat signifikan. Hanya 3,9 persen yang mengatakan tidak signifikan dan 5,6 persen mengatakan tidak sama sekali signifikan.

Riset ini juga menunjukkan sebanyak 58,6 persen responden selalu mempertimbangkan Fatwa MUI dalam setiap pembelian mereka. Sementara 29,4 persen kadang-kadang mempertimbangkannya. Hanya 1,4 persen yang tidak pernah mempertimbangkan (TSS) dan 10,6 persen jarang mempertimbangkan.

Selain itu, sebanyak 59,4 persen menjadi lebih selektif dalam memilih produk setelah Fatwa dikeluarkan. Sebanyak 23,3 persen sedikit lebih selektif dan hanya 1,1 persen tidak menjadi lebih selektif sama sekali. Ini menunjukkan mayoritas responden terpengaruh oleh Fatwa dalam hal selektivitas produk.

Dalam data lainnya, 62,3 persen responden memprioritaskan produk yang tidak terafiliasi dengan Israel saat memilih produk, 22,1 persen kadang-kadang memprioritaskan, dan hanya 0,9 persen yang tidak pernah memprioritaskan.

Grafik lain menampilkan bahwa 70,9 persen responden lebih memilih produk lokal atau alternatif lain daripada produk yang terafiliasi dengan Israel, dan 11,9 persen kadang-kadang memilih produk lokal, dan 0,9 persen tidak pernah memilih produk lokal.

Dalam grafik hasil olah data lainnya, 62,3 persen responden menyatakan telah siap mengganti produk terafiliasi Israel dengan produk lain, 21,7 persen mungkin akan mengganti, dan 1,1 persen tidak akan mengganti.

Grafik lain juga menunjukkan...

Grafik lain juga menunjukkan bahwa 72,3 persen responden yakin ada banyak produk alternatif yang bisa dipilih untuk mengganti produk yang terafiliasi Israel, 10,1 persen sedikit yakin, dan 0,1 persen sama sekali tidak yakin.

Data lain menggambarkan sebanyak 59,6 persen responden mengubah kebiasaan belanja mereka karena Fatwa MUI 83/2023. Sedangkan 30,6 persen mengatakan tidak mengubah kebiasaan belanja mereka secara signifikan, dan 4,1 persen sangat signifikan, serta 5,7 persen tidak sama sekali signifikan.

Adapun untuk preferensi produk perusahaan nasional, data lain menunjukkan 72,0 persen responden lebih cenderung memilih produk perusahaan nasional dibandingkan produk asing yang terafiliasi dengan Israel, 12,4 persen kadang-kadang memilih produk nasional, dan 1,1 persen tidak pernah memilih produk.

Riset tersebut juga menggambarkan adanya perpindahan atau shifting ke produk yang tidak terafiliasi Israel. Preferensi responden untuk produk pengganti dengan persentase tertinggi ditunjukkan pada "tidak ada" yang mencapai 16,1 persen, lalu diikuti oleh Le Minerale dan Indomie dengan persentase 14,1 persen dan 11,7 persen secara berurutan.

Pada aspek shifting merek yang tidak terafiliasi dengan Israel, merek Indofood memiliki persentase tertinggi pada 15,3 persen, diikuti oleh Wings Food dan Mayora dengan 10,3 persen dan 9,9 persen. Ini menunjukkan merek-merek besar dalam industri makanan dan minuman memiliki kepercayaan yang lebih tinggi di antara responden sebagai pengganti produk yang terafiliasi dengan Israel.

Rekomendasi dari hasil riset...

Dari hasil riset tersebut, ada sejumlah rekomendasi. Pertama, perlunya meningkatkan kesadaran dalam hal literasi produk-produk yang dikonsumsi sehari-hari.

Kedua, memperkuat strategi komunikasi yang efektif melalui sosialisasi yang masif, terstruktur dan sistematis, dengan melibatkan ormas-ormas keagamaan, MUI dan DMI. Ketiga, melakukan pengembangan dan penguatan untuk produk lokal dan alternatif.

Keempat, mengembangkan platform informasi produk. Kelima, melakukan analisis dampak sosial-ekonomi. Keenam, melakukan pemberdayaan masyarakat untuk penguatan produksi lokal serta memberikan pelatihan dan dukungan finansial untuk memfasilitasi usaha lokal.

Ketujuh, melakukan evaluasi dan monitoring produk. Terakhir, pemerintah wajib memberikan dukungan bagi pengembangan dan pertumbuhan produk lokal agar dapat menguasai pasar domestik yang selama ini dikuasai produk dengan merek global.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler