LD PBNU Nilai Kenaikan Pajak Bisa Kurangi Minat Masyarakat ke Tempat Hiburan Malam

Setelah ada kenaikan pajak, tarif tempat hiburan malam tersebut akan naik juga.

Hiburan malam di diskotik, ilustrasi
Rep: Muhyiddin Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus Aab merespons kebijakan pemerintah yang menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan SPA. 

Baca Juga


Gus Aab menilai, kebijakan tersebut bisa mengurangi minat masyarakat untuk datang ke tempat-tempat hiburan seperti itu. Karena, menurut dia, setelah ada kenaikan pajak, tarif tempat hiburan tersebut akan naik juga.

"Dengan meningkatkan pajak kemudian dinaikkan 40 sampai 75 persen, di situ nanti akan terjadi tarif yang sangat tinggi, sehingga tidak semua orang bisa masuk. Paling tidak, masyarakat kalangan bawah akan mikir-mikir untuk masuk ke situ," ujar Gus Aab saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (24/1/2024). 

Gus Aab mengatakan, dalam perspektif fikih sudah jelas umat Islam sendiri dilarang untuk mendatangi tempat-tempat hiburan seperti itu. Namun, menurut dia, negara ini juga harus memberikan perlindungan terhadap seluruh warganya, khususnya kepada masyarakat yang tidak berminat pada sektor itu. 

"Tetapi untuk meminimalisir dampaknya tentu harus dicarikan regulas-regulasi agar yang masuk ke situ tidak semua warga negara, yang bisa menimbulkan dampak-dampak yang tidak baik dalam kehidupan bermasyarakat," ucap dia. 

Dengan dinaikkannya pajak, menurut dia, nantinya hanya orang-orang tertentu saja yang bisa pergi ke diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan SPA. "Jadi yang ada di situ nanti hanya terbatas pada kalangan-kalangan tertentu yang memang membutuhkan itu," kata Gus Aab.

Sedangkan jika pajaknya kecil, menurut dia, para pengusaha tempat-tempat hiburan itu bisa saja memberikan tarif murah. Sehingga, yang menjadi pelanggannya nantinya adalah masyarakat secara luas. 

"Ya sama dengan apa yang dilakukan misalkan di Surabaya. Dengan penutupan Dolly apakah prostitusi tidak ada? Prostitusi tetap ada, tapi kan kemudian mereka berpindah ke hotel bintang lima atau ke tempat tertentu yang akhirnya tidak semua masyarakat bisa masuk. Hanya kalangan-kalangan tertentu yang memang sudah ada di situ dunianya," jelas Gus Aab. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler